SEBUAH WAWANCARA IMAJINER DENGAN NATALIS

gambar: dari google 

Oleh: Fransiskus Borgias



Pengantar Singkat

Beberapa hari lalu saya mendengar sebuah kabar gembira bahwa kelompok PSDC (Paduan Suara Dewasa Campuran) dari Jawa Barat (persisnya, mereka berasal dari Keuskupan Bandung), berhasil menjuarai kategori PSDC Pesparani II di Kupang (28 Oktober sd 31 Oktober 2022). Pada saat itu mereka menyanyikan dua buah lagu. Lagu yang pertama, diambil dari Komponis Palestrina (yang berjudul "Salvator Mundi", Penyelamat Dunia). Dan lagu yang kedua, mereka ambil dari sebuah karya indah nan cemerlang dari Natalis Natalianto (yang berjudul TUHAN AKU TIDAK PANTAS).

Sejujurnya, saya tidak mengenal orang ini. Tetapi saya mendapat informasi bahwa si Natalis ini adalah seorang komponis Indonesia, yang masih sangat muda, dan juga sangat berbakat. Ia sudah menghasilkan beberapa karya dan karena itu, ia mulai eksist di kalangan para pegiat musik liturgi gerejani Katolik.


Meluangkan Waktu Untuk Mendengarkan Nyanyian

Saya mendengar rekaman nyanyian PSDC Jawa Barat itu lewat sebuah channel youtube seseorang. Ada seorang teman yang mengirim tautannya kepada saya dengan pesan, agar saya meluangkan waktu untuk mendengarkan, menyimak tampilan kelompok ini. Karena penasaran, maka saya pun meluangkan waktu untuk mendengarkan para penyanyi dari Bandung ini.

Saya mendengarnya dua kali. Pertama kali saya mendengar secara garis besar saja dengan memperhatikan kekompakan suara mereka. Kedua kalinya saya mulai memberi perhatian khusus pada nada-nada yang dipakai sang komponis untuk membangun lagu ini.

Dan tatkala saya mendengarnya, saya merasa ada beberapa nada dari lagu itu yang sangat indah dan menyentuh perasaan. Nada-nada yang indah itu terutama saya temukan dan rasakan dalam bagian yang kiranya merupakan refrein dari lagu tersebut. Memang menurut pencerapan batin saya, bagian itu sangat indah. Indah, ya baik karena bunyinya memang indah, maupun terutama karena dinyanyikan dengan olah vocal yang sangat indah oleh PSDC Jawa Barat tersebut. Suara mereka benar-benar blended. Benar-benar mempesona. Benar-benar memukau. Benar-benar menyentuh perasaan. Dan pengalaman itu sangat sulit untuk dijelaskan. Saya merasa seperti sedang terhanyut dalam sebuah arus yang misterius...

gambar: dari google 


Sebuah Dialog Imajiner

Ketika merenungkan bunyi nada-nada itu, dalam hati seakan-akan muncul sebuah dialog atau wawancara imajiner antara saya sebagai penikmat lagu tersebut dengan sang komponis. Maka mengalirlah sebuah untaian dialog berikut ini antara aku dan akuku (diriku) yang lain, yang kubayangkan sedang mewakili si komponis itu.
"Bagaimana anda bisa sampai kepada "penemuan" nada-nada yang indah itu?" Begitulah saya memulai dialog imajiner itu.
"Sebab saya sebagai pendengar seperti merasa sangat tersentuh ketika para penyanyi soprano dari Bandung itu menyanyikan nada-nada tersebut?"
Begitu aku menantangnya lebih lanjut untuk memulai percakapan dialog imajiner kami.

Sejenak ia tampak seperti tercenung dan tidak segera menjawab pertanyaan saya. Ia hanya memegang keningnya. Seakan-akan sedang mau mencari momen-momen pencerahan itu, momen-momen ilham. Tetapi tidak segera didapatnya. Tetapi, tampak sekali ia sedang berusaha mencarinya, atau menggalinya.
"Ah, mas, itu suatu pengalaman yang tidak mudah dijelaskan. Kalau ditanya, bagaimana saya bisa sampai di sana, saya juga tidak tahu bagaimana persisnya prosesnya. Tidak begitu jelas, bagaimana saya bisa sampai di sana. Yang jelas, tatkala aku sudah sampai di sana, aku sudah sadar bahwa aku sudah di sana. Begitu saja." Begitulah ia menjawab pertanyaan saya di atas tadi.
"Maksud saya mas, apakah ada prosesnya?" Tanyaku lebih lanjut.
"Misalnya, mungkin anda berdoa dulu, atau olah nafas dulu, atau meditasi dulu, atau mungkin memakai obat perangsang dulu. Ya seperti orang-orang gitulah." Demikianlah aku memancing dengan pertanyaan-pertanyaan lanjutan.
Dengan segera ia memotong kemungkinan itu.
"Oh tidak, aku tidak memakai apa-apa pun. Tidak memakai alat bantu apa pun. Apalagi jika itu yang namanya obat terlarang. Juga tidak memakai metode apa pun." Dia ucapkan untaian kalimat itu seperti sedang melayang saja dan tidak fokus menjawab saya.

Melayang Melampaui Kesadaran Diri

Tetapi tiba-tiba, saya melihat dia seperti sedang terhanyut, terangkat, mengalami sebuah ekstase mistik, ekstase, terangkat ke atas, keluar dari dirinya sendiri, ex-stare. Ketika melihat peristiwa perubahan itu dalam keningnya, saya tidakmengganggunya lagi. Saya membiarkannya. Karena ia seperti sedang terhanyut di dalam sebuah pengalaman, entah apa. Mungkin pengalaman mistik, pengalaman ekstase, pengalaman berada atau keluar dari dirinya sendiri, pengalaman melampaui dirinya sendiri.
Sebab memang tidak jarang ada banyak orang yang seperti itu. Yang tatkala sedang berbicara dengan lawan bicara dan sedang berbicara tentang suatu topik tertentu, maka tiba-tiba topik itu mengisi seluruh hidupnya dan kesadarannya sekarang dan di sini. Lalu dalam keadaan seperti itu, ia seperti sedang melayang-layang entah ke mana, bahkan entah bagaimana.


Keterhanyutan Mistik Fransiskus dan Yohanes a Cruce

Terkait dengan pengalaman yang unik ini saya tiba-tiba teringat akan dua tokoh berikut ini. Pertama, saya teringat akan santo Fransiskus dari Asisi. Sesaat sebelum masa pertobatannya, dalam pesta malam hari di jalan-jalan kota Assisi, pada suatu saat, Fransiskus tiba-tiba merasa dilanda oleh sebuah pengalaman rohani yang sangat indah dan sangat dahsyat yang sangat sulit dilukiskan dengan kata-kata. Yang jelas, karena pengalaman itu, Fransiskus seperti tidak bisa bergerak, terpaku di tempat, padahal teman-temannya sedang berbaris menjelejahi malam kota, sedangkan ia terpaku dan memandang terpesona ke langit ke suatu arah. Fokus. Jauh di kemudian hari, Fransiskus bersaksi tentang pengalamannya malam itu: Seandainya malam itu tubuhku dicincang-cincang, aku tidak akan bergerak ataupun kesakitan karena begitu indahnya pengalaman itu.
Yang kedua, saya teringat akan santo Yohanes dari Salib, Yohanes a Cruce. Dia adalah seorang teolog dogmatik, tetapi juga sekaligus seorang mistikus. Terkenallah kesaksian orang-orang yang datang berdialog dan meminta pandangan dia tentang apa saja, bahwa dia sangat fokus pada apa yang ia bahas. Pada suatu saat, ia diminta untuk menjelaskan misteri trinitas. Konon diceritakan bahwa ketika ia mulai bercerita menjelaskan misteri trinitas itu, maka misteri trinitas itulah yang segera menghinggapinya, sehingga ia melayang-layang sekalian dengan kursi duduknya. Daya kuasa Allah Tritunggal Kudus itu datang dan menguasai seluruh hidupnya. Dengan demikian seluruh penjelasan dia dengan kata-kata verbal akan misteri itu menjadi tidak ada makna lagi, karena kehadiran itu sudah menghanyutkan.


Mencapai dan Menggapai Sebuah Jawaban

Dan sekarang, ketika merenungkan kedua orang itu, saya kembali ke kawan dialog imajinerku tadi. Aku melihat dia seperti sedang memandang ke atas, ke suatu titik. Entah apa. Titik itu seperti berada di atas. Ah tidak. Mungkin titik itu berada di dalam hatinya. Yang jelas, ia memandangnya dengan sangat fokus dan intens. Lalu tiba-tiba ia berkata...
"Frans, sekarang saya tahu. Saya bukannya sedang mencari nada-nada itu. Nada-nada yang kau katakan indah itu, yang kau rasakan seperti menyentuh kalbumu, nada-nada itulah yang mendatangi aku, dari suatu titik dari atas sana. Seperti sebuah titipan bunyi suci, bunyi ilahi yang menjadi seperti sebuah perwahyuan kepada saya, wahyu di dalam bunyi, wahyu di dalam simfoni." Sejenak ia terdiam. Mengambil nafas agak dalam dan panjang. Lalu ia melanjutkan lagi...

"Mungkin itulah yang namanya ilham rohani, ilham bunyi, suci dan ilahi. Menyentuh aku dari suatu arah yang tidak aku duga-duga sama sekali. Yang jelas, saat ia sudah tiba, aku merasa aku sudah terjerembab dalam rasa terpesona dan tanganku pun siap untuk menulisnya... rasanya hanya seperti itu. Jadi, ya itu adalah bunyi surgawi, bunyi dari dewa di surga tinggi yang turun ke bumi untuk menyentuh hati manusia yang bisa terpesona oleh keindahan bunyi, oleh kalofoni...."


Penutup

Dan aku yang mendengar kesaksian itu pun hanya bisa terdiam, seribu bahasa. Tidak ada lagi bahasa yang lebih jauh dari itu untuk meminta penjelasan mengenai mengapa, dan mengenai bagaimana. Sebab semuanya sudah terbentang begitu saja. Di hadapan pesona pengalaman mistik, kita hanya bisa memahami bahwa memang sudah demikian adanya. Sebab mistik memang bukan perkara bagaimana, melainkan bahwa...


Komentar

Postingan populer dari blog ini

RIP CHOAN-SENG SONG: PROPONENT OF "THIRD-EYE THEOLOGY"

FELIX WILFRED: MEMBANGUN TEOLOGI ASIA YANG KREATIF-KONSTRUKTIT

MENEROPONG PROSES BERPIKIR FILOSOFIS DI DALAM RUANG-RUANG IMAJINASI SOEKARNO