HARI SABAT: HARI ISTIRAHAT


Sebuah Catatan Singkat

Oleh: Fransiskus Borgias


Pengantar

Hari Sabat, bagi orang-orang Yahudi adalah hari keramat, hari suci yang sangat dihormati. Mereka berusaha dengan tekun dan setia menjaga dan memeliharanya. Itu adalah hari yang harus dirayakan dengan beberapa ketentuan. Salah satu ketentuan yang paling penting ialah BERISTIRAHAT, tidak melakukan suatu pekerjaan tertentu. Beristirahat artinya tidak melakukan suatu aktifitas atau pekerjaan apa pun. Mungkin hal itu bisa dibayangkan seperti halnya saudara-saudara kita yaitu para penganut agama Hindu di Bali yang menghayati hari raya Nyepi mereka dengan suatu cara yang khas (unik). Bedanya, kalau hari raya Nyepi itu sekali setahun, maka Sabat itu dirayakan setiap pekan.
Tetapi pertanyaannya sekarang ini ialah, mengapa mereka harus beristirahat, berhenti dari segala pekerjaan dan aktifitas rutin mereka setiap hari? Alasannya sesungguhnya hanya satu: Mereka beristirahat karena Tuhan yang juga beristirahat pada Hari Sabat. Mereka merayakan hari Tuhan yang beristirahat dari pekerjaan-Nya sesudah Ia menciptakan segala sesuatu (Kejadian 1). Mungkin itu sebabnya, ada teolog yang berkata bahwa liburan Sabat adalah liburan istimewa karena orang libur bersama Tuhan, dan bahkan yang terpenting juga ialah orang berlibur untuk atau karena Tuhan. Jadi, ada kesadaran bahwa mereka berlibur bukan untuk diri mereka sendiri. Jelas itu sebuah konsep yang sangat berbeda dengan konsep week end manusia modern sekarang ini, di mana week-end itu seluruhnya bagi manusia, demi manusia. Orang tidak lagi menaruh peduli pada Tuhan.


Sabat, Sukkot Pekan Lalu

Tetapi mengapa saya omong tentang Hari Sabat ini? Itu karena saya serta-merta teringat akan tragedi yang baru saja terjadi sepekan yang lalu. HAMAS, sebuah organisasi yang nyatanya lebih kuat mendikte pemerintahan dan militer Palestina (di Jalur Gaza, Gaza Strip), seakan-akan merekalah yang menjadi pemerintah, padahal bukan, telah melakukan serangan terror secara membabi-buta ke wilayah negara Israel. Dan sebagaimana diberitakan, Israel seperti lumpuh, seperti tidak berdaya sama sekali terhadap "kedigdayaan" HAMAS dengan persenjataan "modern-super-canggihnya". Entah dari mana pula itu asalnya, dan entah siapa pula sponsornya, sebab jika menimbang sumber daya dalam negeri, Gaza, Tepi Barat (Wilayah daulat Palestina) sebenarnya miskin. Tetapi bukan itu fokus saya sekarang.
Fokus saya ialah bahwa Israel bukannya tidak berdaya, atau lumpuh, atau mati langkah, bengong, bingung, mati, sudah sekarat. Sama sekali tidak demikian adanya. Sebab sebenarnya Israel sedang beristirahat, mereka sedang merayakan Sabat, dengan tidak bekerja, tidak melakukan pekerjaan. Apalagi Sabat atau Sabtu tanggal 7 Oktober kemarin itu jatuh bertepatan dengan salah satu hari raya penting bangsa Yahudi yaitu Sukkoth (alias Hari Raya Pondok Daun). Itulah yang menjelaskan mengapa Israel seperti lumpuh, tidak berdaya. Rasanya HAMAS sudah memperhitungkan hal itu, seperti dulu dalam Perang Yom Kippur (di mana musuh-musuh Israel, melakukan serangan pada hari Yom Kippur juga dengan pertimbangan Israel "tidak siap"). Itu juga sudah dipertimbangkan para lawan, yaitu memilih saat Israel, mungkin tidak akan "melawan".
Dan sekarang kita lihat, setelah lewat hari Sabat yang minggu lalu itu, kita semua tahu apa yang terjadi. Gaza menjadi kota mati. Sudah menjadi rahasia umum bahwa Gaza itu "hidupnya" dari Israel. Air bersih dipasok dari Israel. Listrik dari Israel. Gas dari Israel. Obat-obatan -dari Israel. Dan apa-apa lagi, semuanya dari Israel. Oh ya, banyak orang Palestina mendapat lapangan kerja di Israel. Oleh karena itu, kiranya masuk akal, jika untuk sementara waktu, semua hal itu dihentikan. Karena untuk apa memberi sumber penghidupan kepada orang yang jelas-jelas menusukkan tombak ke hidung dan mata Israel.


Besok Sabat Lagi...

Yang kiranya perlu diwaspadai ialah fakta ini. Bahwa besok adalah hari Sabat lagi yang rasanya (jika saya tidak salah) sudah dimulai pada sore hari ini. Rasanya Israel, walaupun besok hari Sabat, hari Istirahat, ia tidak mau kecolongan lagi. Harus meningkatkan kewaspadaan. Mengapa begitu? Ya, karena saya teringat sebuah peristiwa jauh-jauh di masa silam.
Dalam kitab 1Makabe ada sebuah kisah yang sangat menarik dan penting terkait dengan kewaspadaan yang saya singgung dan ingatkan barusan saja tadi. Dalam kitab 1Makabe itu dikisahkan bahwa pernah terjadi bahwa orang-orang Yahudi, saat mereka sedang menyepi di padang gurun untuk merayakan hari Sabat, mereka diserang oleh musuh-musuh mereka yang memaksa mereka untuk mencemarkan hari Sabat itu. Walaupun ancaman atas hidup mereka sangat jelas dan nyata, mereka tetap teguh tidak mau mencemarkan hari yang suci, mulia, dan agung itu.

Agar jelas, baiklah saya kutip saja kisah itu di sini, 1Mak 2:29-38. Saya akan mengutipnya beberapa potong saja: "Kemudian turunlah ke padang gurun banyak orang yang mencari kebenaran dan keadilan. Mereka sendiri serta anak-anak, isteri-isteri dan ternaknya menetap di sana. Sebab mereka dianiaya oleh yang jahat. Dalam pada itu telah diberitakan kepada para petugas raja dan kepada pasukan yang berada di Yerusalem, di Kota Daud, bahwa orang-orang yang mempermudah perintah raja telah turun ke persembunyian di gurun.
Maka banyak orang dari antara orang-orang asing itu mengejar orang-orang Yahudi itu. Setelah mendapat mereka maka mereka berkemah berhadapan dengan orang-orang Yahudi itu dan bersiap untuk menyerang pada hari Sabat. (SAYA GARIS BAWAH INI). Kata mereka kepada orang-orang Yahudi: "Sudah cukup sekarang! Ayuh, keluar! Berbuatlah saja menurut titah raja, maka kamu akan hidup!" Sahut orang-orang Yahudi: "Kami tidak akan keluar!" Kamipun tidak akan berbuat pula menurut titah raja dan tidak juga kami mencemarkan hari Sabat.
Segera musuh mulai menyerang mereka. Tetapi orang-orang Yahudi tidak berbalas sama sekali, tidak dilemparkannnya batu kepada musuh dan tidak juga direbatnya persembunyian itu. Katanya: "Marilah ktia mati dengan hati yang lurus! Langit dan bumi menjadi saksi bagi kami, bahwa kalian menewaskan kami dengan sewenang-wenang!"
Jadi, tidak ada perlawanan sama sekali, karena itu hari Sabat. Mereka merasa lebih baik mati daripada mencemarkan kekudusan dan keagungan hari Sabat Tuhan.


Melanggar Sabat Demi Penegakan Sabat

Tetapi berbeda dengan hal itu, Matatias dan anak buahnya memutuskan sesuatu yang lain sama sekali, yang bertentangan dengan hal di atas tadi. Yaitu, mereka tidak dapat membiarkan hal itu berlangsung terus. Maka terjadilah diskusi di kalangan mereka: apakah diperbolehkan melawan pada hari Sabat, dengan risiko mereka berdosa karena melanggar Sabat, mencemarkan Sabat. Ada pro Kontra di sana.
Tetapi rupanya yang menang ialah kubu yang kontra dengan sikap tradisional bahwa tidak boleh mencemarkan Sabat. Kubu ini kita sebut saja kubu moderat. Kubu yang terdahulu, kubu konservatif. Inti diskusi mereka kira-kira begini: Jika kita semua tidak melawan orang-orang Jahat itu, maka kita semua akan mati. Dan jika kita semua mati, maka tidak akan ada lagi orang di muka bumi ini yang tersedia untuk memuliakan Sabat Tuhan. Oleh karena itu memutuskan, lebih baik Sabat itu dilanggar agar dengan itu, ada keselamatan, dan keluputan. Dan orang-orang yang luput dan selamat itulah yang nanti akan terus melakukan peraturan hari Sabat. Maka, walaupun hari Sabat, mereka tetap melawan.
Lengkapnya, beginilah kisahnya (1Mak 2:39-48): Matatias serta teman kawannya dapat tahu tentang peristiwa itu. Maka mereka sangat berkabung atas orang-orang yang tewas itu. Kemudian, berkatalah mereka satu sama lain: "Andaikan kita semua berlaku seperti saudara-saudara kita itu telah berbuat dan andaikan kitapun tidak bertempur melawan orang-orang asing itu demi hidup kita dan undang-undang kita, niscaya kita akan segera dilenyapkan dari muka bumi." Pada hari itu juga mereka mengambil keputusan ini: "Apabila seseorang menyerang untuk bertempuh pada hari Sabat, maka kita akan bertempur dengannya, jangan-jangan samapi kita mati seperti saudara-saudara kita telah mati di persembunyian-persembunyian itu."
Fakta inilah yang disinggung oleh Filsuf Bertrand Russell dalam bukunya, History of Western Philosophy, bahwa itulah yang ia sebut jasa kaum Makabe. Karena mereka melawan, maka tradisi iman Yahudi, yaitu iman monoteis bisa bertahan hidup dalam panggung sejarah. Jika mereka tidak melawan, begitu kata Russell, maka iman monoteis itu pasti hilang dari panggung sejarah.


Mereka Siap...

Maka, biarpun ada perang pada hari Sabat, mereka melawan, demi keselamatan hidup manusia. Saya rasa Israel masa kini, sangat sadar akan argumentasi teologis itu. Mereka siap.
Tetapi itu hanya pendapat dan pandangan saya saja tentu setelah melihat, mengetahui dan mempertimbangkan apa yang sudah pernah terjadi di dalam sejarah itu sendiri. Dan karena itu, ada baiknya kita belajar dari sejarah, sebab sejarah adalah guru yang terbaik.
Sekian dan terima kasih.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

RIP CHOAN-SENG SONG: PROPONENT OF "THIRD-EYE THEOLOGY"

FELIX WILFRED: MEMBANGUN TEOLOGI ASIA YANG KREATIF-KONSTRUKTIT

MENEROPONG PROSES BERPIKIR FILOSOFIS DI DALAM RUANG-RUANG IMAJINASI SOEKARNO