MENGAKRABI GADIS DARI MAGDALA

gambar: sangsabda - wordpress.com


Oleh: Fransiskus Borgias.

 

Pengantar Singkat

Kemarin, tanggal 22 Juli adalah Hari Pesta Santa Maria Magdalena. Seharusnya tulisan ini diterbitkan kemarin, berbarengan dengan Hari Pesta sang Santa itu. Tetapi karena satu dan lain hal, saya tidak bisa menerbitkannya kemarin. Oleh karena itu, biarpun terlambat satu hari, saya tetap menerbitkannya pada hari ini. Toh baru lewat satu hari saja. Belum berjarak terlalu jauh dari Hari Pesta sang Santa dari Magdala itu. Pada kesempatan ini, saya mau membahas sebuah buku yang mencoba mengulas tentang sosok itu. Praktis artikel saya ini berbicara tentang dia.

Saya sudah lupa, entah kapan saya membeli buku ini. Pokoknya sudah lama sekali. Judul buku ini ialah Pengakuan Maria Magdalena. Judul kecilnya jauh lebih menarik lagi: Saat-saat Intim Bersama Sang Guru. Menarik karena judul kecil ini memang mencoba menggambarkan substansi buku ini. Buku ini ditulis oleh seorang penulis yang bernama Lie Chung Yen. Ini adalah sebuah nama alias, atau nama samara dari seorang pastor yang aslinya bernama Pastor Martin Suhartono.

Dulunya beliau adalah seorang romo Yesuit. Tetapi belakangan ini saya mendengar bahwa dia sudah berpindah ke kongregasi yang lain, sepertinya sebuah kongregasi yang lebih bersifat kontemplatif (dan bukan sebuah kongregasi gado-gado, café-late ala Yesuit dan yang lainnya, dengan pembenaran yang indah, contemplatio in actione). Sesungguhnya saya tidak begitu mengenal sang romo penulis ini secara langsung. Tetapi saya sudah cukup lama mengenal namanya melalui tulisan-tulisannya di beberapa media cetak dalam negeri.

Mengulik Sisi Lain

Sekarang saya secara khusus mau mengulas buku ini. Buku ini terbit pada tahun 2005, tepat kurang lebih beriringan pada saat buku-buku dan film (video) terkait Da Vinci Code sedang menjadi ramai dan heboh sedunia, termasuk juga di Indonesia. Kiranya itulah sebabnya di cover depan buku ini ada sebuah keterangan keci: Sisi Lain “The Da Vinci Code.” Ya, sebuah sisi lain kaarena memang buku romo ini mencoba memberi sebuah gambaran alternative terhadap apa yang telah disajikan oleh da Vinci Code. DVC sendiri seperti sudah menebar sebuah “gossip” yang cenderung menggambarkan relasi cinta (bahkan erotisisme) antara Maria Magdalena dan Yesus sendiri. Itu adalah suatu penggambaran yang menurut saya menyesatkan, baik itu tentang Yesus maupun juga tentang Maria.

Memang dalam Sejarah Gereja dan tafsir Kitab Suci ada sebuah salah paham besar yang menyamakan begitu saja antara Maria Magdalena ini dengan si wanita pendosa yang pernah disembuhkan Yesus. Padahal keduanya adalah orang berbeda. Tetapi ini bukan kesempatan yang pas dan memadai untuk menguraikan hal itu dengan leluasa. Oleh karena itu saya membatasi diri di sini saja. Pokoknya ada sebuah salah paham dan hal itu tidak adil. Dan itulah sebabnya sudah ada banyak tulisan yang mencoba membela Maria Magdalena ini. Saya sendiri juga pernah menulis tentang upaya memulihkan nama baik si Maria Magdalena ini.

Nah buku romo ini pun termasuk salah satu buku yang mencoba dengan caranya sendiri “memulihkan” nama baik Perempuan baik-baik yang bernama Maria dari Magdala itu atau Maria Magdalena. Romo ini dengan sangat piawai meramu banyak informasi yang penting, baik yang ada di dalam Kitab Suci Perjanjian Baru (intrabiblis), maupun informasi ekstrabiblis dan informasi yang bisa membantu dari teks-teks antar kurun Perjanjian (Intertestament Period), bahkan juga informasi yang tersedia dalam pelbagai targum Yahudi maupun juga para Bapa Gereja post-apostolik. Pokoknya pelbagai informasi itu oleh sang romo diramu dengan cara yang sedemikian rupa sehingga bisa menjadi sebuah buku roman, buku novel tentang gadis dari Magdala itu.

Kreatifitas Seorang Pakar Biblika

Sebagai seorang pakar Kitab Suci yang belajar ilmu Kitab Suci itu di Biblicum maupun ilmu tafsir Kitab Suci di Cambridge, tentu romo ini memiliki latar belakang biblical knowledge yang luas dan mendalam. Selain itu ia juga mempunyai pengetahuan yang luas tentang tradisi Kristiani maupun tradisi Yahudi baik yang biblis maupun yang extra biblis. Romo ini juga mempunyai pengetahuan Bahasa Yunani dan Ibrani yang mumpuni.

Satu hal lagi yang harus saya tambahkan. Romo ini di dalam berkisah, pandai sekali melucu tentang banyak hal dalam realitas dan dinamika hidup ini. Oleh karena buku ini memakai gaya “telling the story in the first person”, (di mana tokoh utama, yaitu Maria Magdalena, menyebut dan mengidentifikasi diri dengan aku), maka kesan yang segera muncul ialah bahwa Maria itu orangnya pandai melucu, kocak, ramai, dan sangat asyik-lah orangnya.

Menukik ke Dalam Bukunya

gambar: dari onesearch.id Tentu saja saya tidak akan mengulas seluruh isi buku ini di sini. Hal itu tidak mungkin saya lakukan dalam tulisan yang singkat dan sederhana ini. Saya hanya akan mengulas beberapa hal yang menurut saya kiranya penting dan relevan untuk disampaikan dalam konteks yang sekarang ini. Buku ini terdiri atas 9 Bab. Dari 9 Bab itu ada 6 bab yang terasa amat mencolok, karena memakai dua kata kontras di dalam judulnya, yaitu kata pertama dan terakhir. Simak saja data berikut ini. Bab 2, Ciuman Pertama. Bab 3, Malam Pertama. Bab 4, Cinta Pertama.

Perhatikan baik-baik urutan ketiga kata itu: Ciuman, Malam, Cinta. (Bisa dimainkan dengan pelbagai versi: Ciuman di malam penuh cinta. Atau Ciuman Malam karena Cinta… dst…dst). Nah dalam tiga pasang berikutnya, urutan ketiga kata kunci itu justru dibalik (terbalik). Dimulai dengan cinta, lalu, malam, dan akhirnya ciuman. Dan berbeda dengan yang di atas tadi (ada keterangan pertama), himpunan bab yang sekarang ini diberi keterangan terakhir. Bab 6, Cinta Terakhir. Bab 7, Malam Terakhir. Bab 8, Ciuman Terakhir. Jadi, koleksi unik enam Bab ini dibingkai dua Ciuman: Ciuman Pertama di awal (Bab 2) dan Ciuman Terakhir di bagian akhir (Bab 8). Ya, enam bab kontras dan unik ini diawali dengan Bab 1 (Sang Gadis Magdala), semacam perkenalan diri.

Lalu Bab 5 dengan judul Rabboni. Pengalaman perjumpaan personal dengan sang Rabboni dirajut di antara tiga pengalaman pertama dan tiga pengalaman terakhir yang unik dan istimewa. Dengan kata lain, tiga macam pengalaman unik itu (unik karena pertama dan terakhir tadi) memberi posisi sentral pada pengalaman perjumpaan dengan sang Rabboni. Bukan sesuatu yang lain. Apalagi sesuatu itu yang bukan-bukan.

Melampaui Amnesia Historis

Akhirnya dalam Bab 9, ada juga sebuah judul yang amat penting yaitu Gadis ini menjadi Rasul (saya lebih suka memakai istilah missionaris) kebangkitan. Hal ini sangat penting bagi saya, untuk dapat menerobot kuatnya dan kakunya cengkeraman budaya patriarkis, bahwa justru di tengah cengkeraman budaya patriarkhis dan kuriarkis itu, perempuan justru memainkan peranan yang sangat penting dan sentral. Itulah kiranya pesan yang mau disampaikan injil-injil Kanonik kita.

Sejarah Gereja termasuk kita sendiri, mudah sekali dihinggapi oleh penyakit amnesia historis, lupa akan sejarah, padahal kesaksian historis sudah memberi data yang sangat kuat bahwa justru kaum perempuanlah saksi kebangkitan pertama (walaupun Paulus memberi data yang sedikit lain tetapi tidak akan saya uraikan lebih lanjut di sini. Semoga hal itu bisa diusahakan di lain kesempatan). Buku romo ini amat menekankan dan menggaris-bawahi hal itu.

Menguak Misteri Cium Kudus

Masih ada lagi satu poin penting yang perlu saya uraikan lebih rinci di sini. Perhatikan bahwa kata Ciuman dalam judul Bab-bab novel ini membingkai 6 koleksi kontras tadi. Ciuman pertama di awal, dan ciuman terakhir di bagian akhir. Tetapi hal itu dilakukan di dalam bingkai kesadaran cinta (mencintai), yaitu cinta yang menghidupkan, yang mendatangkan, membawa hidup. Nah, terkait kata ciuman ini kita sering kali banyak salah paham. Pada umumnya saat berpikir tentang ciuman, kita mungkin serta-merta berpikir tentang mesum, nafsu, erotisme.

Maria tidak begitu. Yang ia pikirkan ialah sesuatu yang lain sama sekali, yaitu ia terpikir kepada ciuman kudus sebagaimana yang dikatakan Paulus di dalam beberapa suratnya (Rom 16:16; 1Kor 16:20; 2Kor 13:12; 1Tes 5:26; 1Pet 5:14). Tetapi apa pula yang dimaksud dengan ciuman yang kudus itu? Tentu tidak mudah untuk menjawab pertanyaan ini. Tetapi pertanyaan itu harus dijawab. Tidak boleh dibiarkan menggantung begitu saja tanpa jawab. Begini. Untuk bisa memahaminya dengan baik, kita harus memiliki daya imajinasi historis dan teologis yang ekstra kuat dan juga ekstra kreatif sekaligus. Di dalam bingkai pemikiran teologis Maria Magdalena, ciuman kudus itu adalah ciuman pada awal mula yang telah menghidupkan, yang mendatangkan kehidupan.

Ciuman Yang Menghidupkan

Apa itu? Itu tidak lain adalah ciuman dari sang pencipta sendiri pada awal mula, en arche, in principio. Nah informasi ini membawa pikiran dan imajinasi religius kita ke kisah penciptaan pada awal mula di dalam kitab Kejadian itu (Kej 2:5-7). Di sana dikisahkan bahwa Tuhan digambarkan sebagai tukang seniman di sebuah bengkel tanah liat. Ia membuat patung atau boneka manusia.

Tetapi karena patung atau boneka itu adalah tanah, maka ia mati, tidak bergerak, kaku, tidak hidup. Ia baru bisa hidup saat Tuhan menghembuskan nafas hidup-Nya sendiri, yaitu Roh-Nya ke dalam mulut (bibir) boneka atau patung tanah liat tadi. Dengan sengaja ada beberapa frase yang saya tekankan di situ karena memang itu amat penting. Saat Roh Tuhan itu masuk ke dalam boneka atau patung tanah liat itu, maka hiduplah boneka tadi, menjadi sesosok manusia.

Dan sekarang, perhatikan baik-baik. Tuhan menghembuskan nafas-Nya sendiri ke dalam mulut boneka itu. Mulut Tuhan dekat, ketemu, dan nempel pada mulut boneka tanah liat itu, dan dengan cara itu nafas Tuhan, Roh Tuhan pun bisa tersalurkan ke dalam boneka tanah liat tadi. Nah, peristiwa pertemuan mulut atau bibir itulah ciuman pertama pada awal mula, ciuman primordial, primordial kiss, dan karena Tuhan yang melakukannya maka itu adalah holy kiss primordial, primordial holy kiss, ciuman kudus pada awal mula. Dan itulah yang menghidupkan. Itulah yang mendatangkan kehidupan. Menurut Maria Magdalena, sesungguhnya itulah yang dipikirkan Paulus. Itulah yang ia sendiri pikirkan juga. Bukan ssuatu yang lain. Bahkan sang Guru juga hanya memikirkan hal itu saja. Wow… luar biasa bukan.

Penutup Singkat

Apa yang sudah saya tuliskan di sini sebenarnya sama sekali tidak mampu menggambarkan kekayaan dari isi buku dan cara bertutur yang ada dalam buku itu. Kata-kata saya sudah terlalu sangat menyederhanakannya. Ya, saya harus mengakui dengan jujur bahwa kata-kata yang saya lukiskan dalam tulisan ini tidak memadai untuk mewakili pengalaman langsung saat membaca buku itu sendiri secara langsung.

Oleh karena itu, saya hanya mau menegaskan bahwa anda bisa merasakan semua yang sudah saya lukiskan di sini jika anda pada suatu saat mempunyai kesempatan untuk membaca sendiri buku itu. Mangga: Bacalah. Tolle et lege. Tolle, lege, et bibe, maka anda akan hidup dan dihidupkan dalam sebuah nyala api cinta yang sangat ajaib.

 

Bandung, Taman Kopo Indah II.

Dr. Fransiskus Borgias, MA

Fakultas Filsafat UNPAR. Kepala Sekolah Kitab Suci KPKS Santo Hieronimus, K3S Bandung.

 

Komentar

  1. Terima kasih atas pencerahannya Guru

    BalasHapus
  2. Waduh... jangan tulis guru dgn huruf Kapital euih... itu hanya utk sang Master sejati... Iesum Christum Dominum nostrum... (tapi ya sudahlah... sy mengerti apa maksudnya toh... )... makasih yah... frater...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

RIP CHOAN-SENG SONG: PROPONENT OF "THIRD-EYE THEOLOGY"

FELIX WILFRED: MEMBANGUN TEOLOGI ASIA YANG KREATIF-KONSTRUKTIT

MENEROPONG PROSES BERPIKIR FILOSOFIS DI DALAM RUANG-RUANG IMAJINASI SOEKARNO