MISTERI PENCIPTAAN ADAM DALAM LUKISAN MICHELANGELO

Sumber gambar: Google search 


Oleh: Fransiskus Borgias 


Pengantar Singkat 
Michelangelo adalah seorang seniman besar Italia yang banyak menghasilkan karya-karya agung dan mengagumkan. Salah satu karya lukisnya yang terkenal kiranya ialah yang berjudul The Creation of Adam. Dan karya patungnya yang paling terkenal ialah Pieta itu. Dalam tulisan ini saya hanya mau membahas karya yang pertama, The Creation of Adam (Penciptaan Adam). Saya sangat mengagumi karya-karya beliau. Oleh karena itu, saya selalu melihat replica karya dia dalam beberapa buku. Begitu juga pelbagai studi tentang karya-karya dia akan coba saya baca dan dalami. 

Namun demikian, sampai hari ini saya harus mengakui bahwa saya belum mampu pergi berkunjung ke kota Roma, tempat lukisan-lukisan beliau berada. Pada waktu saya tinggal selama kurang lebih dua tahun di negeri Belanda (dalam rangka studi teologi di Radboud University of Nijmegen), sebenarnya sempat juga saya berencana dan tergoda untuk pergi mengunjungi kota Roma sebagai turis. Tetapi karena satu dan lain hal niat itu saya urungkan. 

Walaupun saya belum sampai ke sana, tetapi cinta dan perhatian sasya pada pelbagai warisan agung gereja di Kota itu tetaplah sangat besar. Semua buku yang berbicara tentang kesenian Kristiani di sana saya coba baca. Dua tahun masa pandemic ini saya coba pakai juga untuk “mengunjungi” beberapa museum dunia untuk sekadar menikmati dan mempelajari beberapa karya-karya agung yang ada dan tersimpan di sana. 


Memahami Imajinasi Religius-Teologis Michelangelo 
Nah, salah satu karya agung favorit saya di kota Roma adalah karya-karya Michelangelo. Beberapa karya dia dalam bentuk repro saya miliki dan simpan (terutama yang berupa file-file di computer). Saya sangat terkesan dengan dua hasil karya dia. Yang satu adalah karya Patung, Pieta, yang sangat terkenal itu. Yang kedua adalah berupa sebuah lukisan dengan judul The Creation of Adam (Penciptaan Adam). Lukisan ini ada di langit-langit kubah kapel Sistine (dilukiskan di sana langit-langit kubah kapel itu, sebagai sebuah adegan dari surga, atau bahkan adegan di surga, tetapi untuk turun atau diturunkan ke bumi). Sekali lagi, saya belum pernah melihatnya secara langsung di sana. 

Dalam lukisan itu ada dua sosok yang paling mencolok dan menarik perhatian saya sebagai penonton. Yang pertama, adalah sosok Adam yang terletak agak ke bawah, dalam posisi yang lebih rendah. Ia sedang memandang sedikit ke atas dengan sangat penuh perhatian. Yang kedua, adalah sosok Bapa Tua Berjenggot lebat. Itulah Tuhan sang Pencipta, God the Creator. 

Ketika saya melihat dan merenungkan lukisan ini, saya membayangkan bahwa Michelangelo sedang berusaha berteologi dengan lukisannya, berteologi dengan cat-catnya, berteologi dengan warna-warninya, atau theology in colors (kontras atau lawan dari theology in words), dalam ungkapan seorang seniman pelukis ikon dari Gereja Ortodox Russia (kalau tidak salah bernama Rublev). 


Menelusuri Pendasaran Biblis-Teologis 
Tentu saja dalam upayanya berteologi, ia juga mencari sumber-sumber pendasaran ilham. Sebagai seorang Katolik (berhaluan Renesans Italia) kiranya ia mencoba menimba ilham itu dari Kitab Suci Perjanjian Lama. Tetapi kalau ia menimba ilham dari sana, maka masih harus ditentukan secara pasti ia menimba ilham itu dari bagian yang mana (dari Kitab Suci Perjanjian Lama itu)? Mengapa demikian? Karena dalam kitab Kejadian, sedangkal pengetahuan saya, ada dua versi kisah penciptaan manusia. 

Yang pertama ada dalam teks Kej 1:26-28. Di sana dilukiskan bahwa Tuhan Allah menciptakan manusia dengan daya kuasa sabda-Nya saja. Artinya, dengan hanya mengucapkan sabda (kata) saja, maka terciptalah manusia dan sudah sejak awal mula berpasangan, pria dan wanita. Jadi kondisi berpasangan itu sudah ada dalam tata penciptaan itu sendiri. Karena menciptakan dengan sabda, maka jelas juga bahwa Allah menciptakan manusia tanpa bahan sama sekali, penciptaan dari tiada, creatio ex nihilo. Tuhan bersabda, jadilah, maka terjadilah apa yang disabdakanNya itu. 

Yang kedua, ada dalam Kej 2:5-7. Dalam teks ini Tuhan dilukiskan secara sangat antropomorfistik; yaitu Tuhan itu dilukiskan sebagai seorang tukang tanah liat (seniman, bengkel tanah liat, potter) yang sedang sibuk berkarya di bengkel tanah liat-Nya itu. Pada saat itu Tuhan membentuk “boneka” atau “patung” dan jadilah “boneka atau patung” itu. Tetapi itu adalah boneka yang terbuat dari tanah liat. Jadi, patung atau boneka itu mati. Tidak bergerak. Oleh karena itu, Tuhan pun menghembuskan roh-Nya ke dalam tanah liat yang berbentuk boneka itu. Dan dengan aksi penghembusan Roh itulah, maka patung atau boneka tanah liat tadi menjadi hidup. 


Hembusan Yang Menghidupkan 
Saya membayangkan bahwa Michelangelo menimba ilham lukisannya, yang sudah disebutkan di atas tadi, dari cerita atau kisah penciptaan manusia versi kedua ini. Sebab dalam lukisan ini, Adam diciptakan sendirian saja (hal itu berbeda dengan versi kisah yang pertama, Manusia pertama itu diciptakan sudah dalam keadaan berpasangan). Dalam lukisan ini, seperti di dalam Kej 2, Adam itu sendirian. Belum ada Eva (Hawa). 

Hanya dalam lukisan Michelangelo ini, Adam sudah tampak hidup di bawah sana. Entah apa yang dipikirkan si Michelangelo dalam proses kreatifnya saat ia melukis karya agung monumental ini, yang jelas saya membayanngkan bahwa Tuhan itu sedang memandang ke arah Adam, saat Tuhan memancarkan daya atau energy hidup ilahi-Nya sendiri lewat jari telunjuk ke arah (kepada) Adam. Tuhan seperti sedang fokus pada proses pencurahan daya hidup itu lewat tangan-Nya dan via telunjuk ditransfer (dialih-pindahkan) kepada telunjuk Adam yang sepeti tampak masih lemah (lemas), seperti merunduk (tidak tegas menunjuk sebagaimana fungsinya, telunjuk, menunjuk). (Ya mungkin itu symbol bahwa memang masih belum hidup. Begitulah cara saya membaca dan menafsirkan hal itu). 

Perlu dicatat dan diperhatikan juga bahwa telunjuk Tuhan itu berjarak dari telunjuk Adam, walaupun keduanya amat jelas tertuju kepada satu sama lain (telunjuk Tuhan tertuju kepada telunjuk Adam, dan telunjuk Adam tertuju kepada telunjuk Tuhan). Jadi, tampak bahwa Michelangelo sepertinya tetap berusaha menjaga adanya distansi itu antara sang Pencipta (Khalik) dan ciptaan (makhluk). Dalam konteks ini, keduanya memang dapat berinteraksi secara sangat dekat satu sama lain, tetapi tetap ada jarak, dalam suatu distansi tertentu. Perhatikan juga bahwa Tuhan menyalurkan daya atau energy hidup ilahi itu dengan tangan kanan dana dam menerimanya dengan jari telunjuk tangan kirinya yang lemas, rada merunduk (sebagaimana sudah disinggung sebelumnya).
Sumber gambar: Google search (crop) 


Adam di Sini, Eva di Sana 
Dalam lukisan itu, Adam dilukiskan oleh Michelangelo sedang duduk (berbaring) sendirian di atas tanah. Lalu di seberang sana, agak ke atas, Tuhan justru tidak sedang sendirian. Tuhan ditemani, dikelilingi beberapa makhluk lain. Ya, imajinasi teologis Michelangelo bermain rada-rada “liar” di sini. Tuhan seperti berselimut dengan sebuah selimut raksasa berwarna ungu ataupun lembayung. Di dalam bentangan selimut raksasa itu ada banyak manusia. Entah symbol apa selimut raksasa itu. kiranya itu adalah selimut misteri rencana dan pikiran Allah (yang tidak terduga dalamnya, yang tidak dapat diketahui oleh Tuhan). 

Dan di dalam bentangan selimut raksasa misteri itu ada banyak manusia yang masih akan diciptakan, masih akan lahir. Jadi, mereka belum tercipta dank arena itu masih ada dalam lingkup misteri rencana dan kehendak Allah sendiri. 

Nah salah satu dari manusia yang ada dalam bentangan selimut raksasa misteri itu adalah seorang perempuan. Kiranya itu adalah Eva (atau saya membacanya sebagai gambaran Eva, tetapi Eva yang belum tercipta; kata para pengamat yang ahli lukisan Michelangelo juga demikian). Simpulan itu rasanya tidak bisa disangkal juga sebab memang seluruh bingkai konteks besar lukisan ini adalah kisah penciptaan Adam (dan di balik atau lebih baik di samping Adam, ada Eva). 

Menarik sekali cara Michelangelo memainkan daya imajinasi kreatif-religiiusnya. Tanah kanan Tuhan sedang menunjuk kepada Adam di bumi di bawah sana; sedangkan tangan kiriNya sedang merangkul Eva dengan lemah-lembut, sehingga Eva pun tampak seperti merasa nyaman dan aman dalam naungan itu, sehingga tangan kiri Eva pun memegang tangan kiri Tuhan dengan lembut. Dan perhatikan juga detil unik ini: jari telunuk kiri Eva juga seperti sedikit terangkat, dan kurang lebih sama dengan jari telunjuk Adam (hanya tangan Adam terulur tanpa ada topangan). 


Tatapan Yang Membahagiakan 
Sampai di sini, para pembaca budiman sekalian harus tetap ingat dan membayangkan bahwa sosok Eva itu “belum ada”, belum “tercipta”; ia masih ber-pra-eksistensi di dalam relung-relung misteri rencana dan pikiran Tuhan Allah sang pencipta sendiri. Tetapi yang menariknya ialah, dan di sinilah letak kepadatan dan kedalaman imajinasi cara berteologi Michelangelo, walaupun Eva itu masih belum ada, dan masih ada dalam relung-relung misteri rencana Allah, tetapi oleh daya imajinasi Michelangelo, Eva yang masih ber-pra-eksistensi itu, dilukiskan sedang memandang dengan tajam ke arah Adam, di luar, di bawah sana; Eva seperti sedang mendongak mengintip dari balik tubuh besar Tuhan Pencipta itu. 

Ketika saya coba close-up lukisan itu di dalam laptop saya, saya menemukan sebuah fakta yang juga amat menarik bagi saya, yaitu Eva memandang Adam persis di matanya dan itu sudah terjadi juga pada tahap pra-eksistensi ini (dalam imajinasi religius, teologis Michelangelo). Lalu dari bawah sana, Adam pun, memandang ke wajah Allah Pencipta, dan dengan cara itu Adam seperti membalas tatapan eva di dalam relung-relung misteri rencana pikiran Allah. 

Dalam dan melalui gambar atau lukisan ajaib ini, Michelangelo seolah-olah mau mengatakan, paling tidak menurut penafsiran saya, bahwa yang namanya rindu, cinta, bahkan kemesraan sudah dimulai di sini, bahkan dalam sebuah rentang jarak misteri yang sangat jauh, tetapi sekaligus juga sudah sangat dekat. 


Penutup: Memahami Pekik Primordial Adam 
Misteri tatapan mesra di dalam lukisan inilah yang kiranya bisa menjelaskan pekik primordial Adam (the primordial cry of Adam, istilah dari Paus Yohanes Paulus II dalam buku Theology of the Body-nya itu) saat pertama kali ia melihat Eva di sisinya, atau di depannya, sesudah Eva diciptakan Tuhan dari salah satu tulang rusuk Adam yang diambil Tuhan saat Adam dibuat tertidur lelap. (NB: Apa yah artinya tidur lelap di sini? Mengapa harus dalam keadaan terlelap? Mungkinkah ini orgasme, sebuah kondisi ekstase, manusia berada di luar, melampaui kesadaran akan dirinya sendiri? Entahlah. Butuh studi lebih lanjut yang lebih serius dan mendalam). 

Sebab masih menurut Kitab Kejadian, saat Eva sudah diciptakan, lalu Allah pun menuntun dia kepada Adam, dan pada saat itu Adam pun berseru: “Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinami perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki” (Kej.2:23). 

Nah di dalam pekik seperti itu kita bisa merasakan adanya gema-gema abadi dari cinta, yang telah menyebabkan Adam merasakan dan menderita sebuah kesepian primordial, atau primordial loneliness, yang terjadi saat Adam menamai semua makhluk ciptaan tetapi tidak ada yang sepadan dengan dia. Karena itu, Adam pun terseret dan terhanyut dalam sunyi dan sepi asali, sepi primordial, yang baru bisa sembuh dengan ada dan kehadiran dan misteri perjumpaan dengan Eva. Pekik sukacita dan bahagia itu, dalam tafsir dan pembacaan saya atas lukisan Michelangelo di atas tadi, sudah diantisipasi dalam tatapan misteri tadi di antara keduanya. 


Taman Kopo Indah II. 
Dr. Fransiskus Borgias, MA. Dosen dan Peneliti pada FF-UNPAR, Bandung. Kepala Sekolah Kitab Suci, KPKS St.Hieronimus, Keuskupan Bandung. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RIP CHOAN-SENG SONG: PROPONENT OF "THIRD-EYE THEOLOGY"

FELIX WILFRED: MEMBANGUN TEOLOGI ASIA YANG KREATIF-KONSTRUKTIT

MENEROPONG PROSES BERPIKIR FILOSOFIS DI DALAM RUANG-RUANG IMAJINASI SOEKARNO