MENAFSIRKAN DAN MEMAHAMI SYAIR LAGU “LET IT BE” DARI PAUL Mac CARTHY



Oleh: Fransiskus Borgias.

 

Catatan Pengantar

Sudah hampir dua minggu lalu, seorang adik saya mengajukan sebuah pertanyaan kepada saya tentang sejarah lagu Let it be dari Paul Mc.Carthy yang terkenal dan indah serta menyentuh perasaan itu. Pada saat itu, dia juga mengirimkan sebuah video seorang gadis yang sedang menyanyikan lagu itu dengan indah dan dengan suara yang merdu. Bahkan adik saya itu secara eksplisit bertanya, apakah lagu itu, sebagaimana diduga atau bahkan diyakini banyak orang khususnya yang berlatar-belakang Katolik dengan nuansa devosi marial yang kental, mengandung ungkapan praksis keyakinan seorang Katolik yang berkeluh-kesah tentang problem hidupnya?

Dan siapakah Mother Mary yang disebut di dalam lagu tersebut? Apakah itu Bunda Maria, sang Redemptoris Mater itu? Setelah mendapat kiriman pertanyaan itu, dan terutama setelah menikmati kelembutan dan keindahan suara perempuan yang menyanyikannya, saya lalu mulai berpikir untuk menjawab pertanyaan itu.

 

Beberapa Pandangan Pribadi

Pada saat itu, kurang lebih saya mengungkapkan beberapa pandangan saya sebagai berikut. Adikku yang saya hormati (karena dia adalah seorang tentara, maka kata hormat yang saya tulis di sini diandaikan diiringi dengan sikap hormat dengan tangan tegak di kening tanda hormat militer ataupun disiplin baris-berbaris). Terima kasih atas kiriman lagu yang sangat indah ini. Terus terang saja, ini merupakan salah satu lagu yang sangat saya sukai juga sejak pertama kalinya saya mendengarnya pada tahun 70an. Tidak lupa saya juga memohon maaf karena saya rada telat menjawab pertanyaan dia sebab saya membutuhkan waktu untuk mempersiapkan jawaban itu.

Pada waktu itu, saya juga mengatakan dengan terus terang bahwa pertanyaan ini juga tidak mudah dijawab. Sebenarnya saya juga tidak tahu banyak tentang hal ini (khususnya bagian pertanyaan yang terkait dengan praksis devosional Katolik itu). Tetapi saya pernah membaca beberapa majalah musik dari Amerika dan Inggris yang mengulas tentang sejarah dan latar belakang syair-syair lagu yang dipakai oleh beberapa kelompok musik kenamaan di Amerika, Eropa, dan Australia. Dari beberapa informasi itu, saya masih ingat beberapa hal penting. Saya berharap semoga sekilas percikan ingatan itu bisa menjawab pertanyaan.

 

Sekelumit Informasi Tentang Pengarang Lagu

Terlebih dahulu saya memberi informasi tentang pengarang lagu tersebut. Yang saya tahu ialah bahwa pengarang syair dan melodi lagu ini adalah seorang anggota dari kelompok musik The Beetles (Kalau tidak salah). Nama orang itu ialah Paul MacCarthy. Saya juga bisa memastikan bahwa orang ini mempunyai latar belakang keturunan Irlandia. Karena itu, sebagai orang Irlandia, dapat dipastikan juga bahwa ia mempunyai hubungan atau bahkan mungkin ikatan emosional dan spiritual yang sangat kuat dengan tradisi Katolik, sebagaimana yang memang sangat umum berlaku di kalangan orang-orang Irlandia di manapun di dunia ini (termasuk di Amerika di mana banyak orang Irlandia konon tidak lagi berterus-terang mengaku diri sebagai Katolik). Terlepas dari hal itu, umumnya dikatakan bahwa Agama Katolik menjadi ciri identitas pembeda yang membedakan antara orang Irlandia dan orang Inggris yang kebanyakan Anglikan (salah satu cabang atau sempalan Protestantisme).

Nah, sebagai orang yang berlatar belakang Irlandia dengan Katolisisme yang kental itu, kita juga bisa membayangkan bahwa dalam diri tokoh Paul MacCarthy ini (dalam diri dan hidupnya) pasti ada juga benih-benih devosional-marial, sesuatu yang sangat biasa dan berurat berakar dalam hidup orang-orang Katolik Irlandia pada umumnya. Memang saya juga pernah membaca sebuah informasi bahwa pada suatu saat MacCarthy pernah "menyangkal" hal itu. Ia mengatakan bahwa lagu itu bukan lagu yang berlatar belakang Marial. Ia bahkan mengaku bahwa itu adalah pengalaman murni manusiawi seorang anak akan ibunya yang bernama Maria, Mary. Tetapi para penulis majalah Musik itu selalu menyisakan satu pertanyaan, apakah memang nama ibundanya MacCarthy itu Mary (Maria)? Ada yang ragu dengan hal itu. Mereka mengatakan bahwa nama ibundanya bukan Mary. Oleh karena itu, orang lalu menduga dengan semakin kuat, mengingat latar belakangnya yang Irlandia-Katolik, bahwa Mary yang dimaksudkan dalam teks ini adalah Maria, Bunda Maria.

Lagipula di dalam tradisi penghayatan hidup devosional Katolik, adalah sangat biasa bahwa setiap atau semua orang Katolik mengembangkan devosi filial (devosi keputeraan), yaitu menempatkan diri sebagai "anak" di hadapan sang Bunda Maharahim (mater alma). Dan dalam tradisi kesalehan devosional Katolik, Maria itu adalah Bunda dengan banyak gelar dan sebutan, Bunda Penolong Abadi, Bunda Mahamurah, Alma Redemptoris Mater, dst.dst. Maka tidaklah mengherankan jika MacCarthy juga diam-diam mengembangkan relasi filial, relasi kebundaan itu dengan Bunda Maria. Suatu hal yang sangat biasa di dalam hidup devosional orang-orang Katolik. Walaupun sekali lagi, Paul MacCarthy pernah "menyangkal" hal itu dengan mengatakan bahwa itu adalah ekspresi kepasrahan diri seorang anak kepada ibundanya sendiri.


gambar dari google search


 

Ilham Dasar Let It Be itu

Hanya ada satu hal yang tidak bisa disangkal lagi oleh Paul MacCarthy karena di dalam teks syair lagu itu ada ungkapan yang berulang atau diulang-ulang berkali-kali, menjadi semacam refrein dasarnya. Frasa yang diulang-ulang itu adalah LET IT BE. Bahkan frasa ini, kalau saya tidak salah, menjadi judul lagu itu. Tetapi apa istimewanya frasa LET IT BE itu? Frasa itu, sebenarnya tidak lain dan tidak bukan sebuah terjemahan yang rada bebas dari kalimat yang diucapkan Bunda Maria di hadapan Malaekat Gabriel, saat sang Bunda Perawan itu mendapat kabar Sukacita, Annuntiatio itu. Kalau dalam bahasa Inggris diungkapkan dengan LET IT BE, maka dalam bahasa Latin, lebih singkat lagi, karena hanya terdiri dari satu kata saja, FIAT. Jadi, LET IT BE itu tidak lain adalah FIAT MARIAE tadi. Sejauh yang saya amati selama ini dalam beberapa catatan teologis tentang hal ini, saya belum mendapat suatu penyangkalan eksplisit dari Paul MacCarthy sendiri.

Jika dugaan ini benar, maka kita boleh menduga bahwa LET IT BE itu tidak lain adalah FIAT MARIAE itu tadi. Memang FIATnya Maria itu adalah bentuk pendek dari sebuah kalimat yang sedikit lebih panjang di dalam injil Lukas: FIAT MIHI SECUNDUM VERBUM TUUM alias “terjadilah padaku menurut perkataanMu.” Jadi, dengan demikian, LET IT BE itu adalah FIAT, dan karena itu juga berlatar belakang biblis, berlatar belakang Marialis, dst.dst.

Saya sendiri berpendapat bahwa, sebagai orang Irlandia, Paul McCarthy pasti terpikir akan FIAT MARIAE itu tatkala ia menciptakan lagu ini. Jelas hal itu tidak terhindarkan sama sekali. Jadi, dalam dan melalui syair lagu ini, ia mengembangkan sebuah hidup devosional yang sangat berciri Marialis. Tetapi devosi Marialis yang kita kembangkan dan hayati sebagai orang Katolik, pasti selalu bermuara kepada Yesus, sebab kita yakin dan percaya bahwa melalui Maria, kita akan sampai kepada Yesus. Atau ungkapan Latinnya yang terkenal ialah, PER MARIAM AD IESUM. Menurut pandangan dan keyakinan teologis Katolik, hanya dengan cara pendekatan seperti ini, kita bisa menempatkan Bunda Maria pada tempat yang sewajarnya dan tidak membuangnya atau melupakannya begitu saja, seperti yang terjadi pada gereja-gereja tetangga, yang sangat Kristosentris, lalu Maria seperti tersingkirkan ataupun seperti dilupakan. Pendekatan teologis Katolik tidaklah demikian.

Mungkin pertanyaannya sekarang ini ialah, jika memang sudah jelas bahwa teks lagu itu mempunyai latar belakang Marialis, lalu mengapa Paul McCarthy pernah "menyangkalnya"? Jelas ini sebuah pertanyaan yang tidak mudah dijawab. Tetapi saya menduga bahwa dalam rangka mempertahankan rating lagu tersebut yang sejak awal memang tinggi, Paul MacCarthy, tetap mau mempertahankan “ciri secular” lagu itu, dengan menegaskan bahwa lagu itu lagu keduniawian belaka. Tetapi sikap itu sama sekali tidak menutup kemungkinan tafsir seperti yang sudah saya bentangkan di atas tadi.

 

Penutup Singkat

Untuk mendukung analisis dan penjelasan di atas tadi, saya mau menutup ulasan saya ini dengan mengutip teks itu di sini. Ketika mengutipnya, tentu saya juga sambil mendendangkannya dalam hati dan berharap dendang hati saya itu menjadi sebuah doa yang indah dan efektif, sebab kita yakin bahwa nyanyian yang baik sudah berarti doa dua kali (sebagaimana diungkapkan dan diyakini santo Agustinus dulu, qui bene cantat bis orat). Memang selama ini, secara pribadi, ketika saya mendengar atau pun mendendangkan lagu ini atau menyanyikannya, saya menghayatinya sebagai sebuah lagu Maria, dan membayangkan sosok Ibunda Maria, Mother Mary, yang sedang dilukiskan dalam syair lagu itu memberikan atau membisikkan kata-kata penghiburan dan penguatan bagi saya anaknya yang letih, dan gundah gulana dalam hidup ini.

Untuk mengakhiri tulisan ini, mari kita ikuti saja dari baris ke baris syair lagu tersebut. Ketika kita melakukan hal itu, pasti syair lagu-lagu itu bermetamorfosis menjadi sebuah doa yang kuat-kuasa dan berdaya ubah. Itu pasti. Di bawah ini saya mengutip teks lagu itu.

1). "When I find myself in times of trouble, Mother Mary comes to me. Speaking words of wisdom, let it be. And in my hour of darkness she is standing right in front of me. Speaking words of wisdom, let it be. Let it be, let it be, let it be, Whisper words of wisdom, let it be."

2). And when the broken hearted people living in the world agree, there will be an answer, let it be. For though they may be parted, there is still a chance that they will see, there will be an answer, let it be. Let it be, let it be, let it be, let it be, there will be an answer, let it be.

3). And when the night is cloudy there is still a light that shines on me. Shining until tomorrow let it be. I wake up to the sound of music, Mother Mary comes to me, speaking words of wisdom, let it be. And let it be, let it be, let it be, let it be, whisper words of wisdom, let it be. And let it be, let it be, let it be, let it be, whisper words of wisdom, let it be.

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RIP CHOAN-SENG SONG: PROPONENT OF "THIRD-EYE THEOLOGY"

FELIX WILFRED: MEMBANGUN TEOLOGI ASIA YANG KREATIF-KONSTRUKTIT

MENEROPONG PROSES BERPIKIR FILOSOFIS DI DALAM RUANG-RUANG IMAJINASI SOEKARNO