JESUS REVOLUTION
Sebuah Catatan Kecil
Oleh: Fransiskus Borgias.
Pengantar
Hari ini, tepat pada tanggal terjadinya gerhana matahari hybrid yang melintasi beberapa wilayah di Indonesia, saya dan isteri menyempatkan diri menonton sebuah film yang lagi naik daun di beberapa negara. Kebetulan hari-hari ini sedang diputar juga di beberapa bioskop di Bandung. Kami meminta bantuan putri kami, Yoan, untuk memesankan tiket untuk kami berdua. Kami memilih CGV di MikoMall yang kebetulan letaknya tidak terlalu jauh dari rumah kami. Maka kami pun mendapat tiket nonton pada pukul 15.10 sore.
Ketika jam sudah menunjuk pukul 14:00, kami pun segera berangkat ke MikoMall. Kami takut akan ada kemacetan di sore hari akibat jalanan padat karena rutinitas ngabuburit yang sangat ramai. Beruntunglah kami bisa tiba dengan cukup cepat di Mikomall. Jalan cukup padat, tetapi tetap mengalir.
Ketika tiba di CGV Mikomall, isteriku segera mengeprint tiket yang sudah kami beli. Setelah mendapatkan tiket kami segera mencari tempat duduk untuk menunggu. Saya sempat berkeliling ke beberapa papan iklan film yang sedang dimainkan di dalam beberapa ruang studi yang ada. Betapa saya terkejut, tidak ada sama sekali poster iklan film yang akan segera saya tonton. Padahal poster iklan semua film lain ada, seperti Hamka, dan beberapa film horror. Tetapi tidak ada poster iklan film yang akan saya tonton. Entah apa sebabnya. Mungkin karena ada nama Yesus di sana. Yesus Revolution, alias Revolusi Yesus. Sudahlah. itu tidak terlalu menjadi soal bagi saya.
Ingatan Akan Dua Hal Penting
Saya mau mencatat beberapa percik ingatan yang muncul ketika film itu mulai diputar. Ketika film itu sudah dimulai ada beberapa percikan ingatan yang muncul dalam kalbu saya. Ingatan-ingatan itu, sebagaimana biasa, membawa saya ke masa silam. Atau mungkin lebih baik, dengan kemampuan daya ingatan saya, peristiwa dari masa silam itu, hadir dan dihadirkan lagi sekarang dan di sini dalam ruang kalbu ingatan saya.
Pertama, ketika saya melihat dan mendengar percakapan antara orang tua dan puterinya, dan kebetulan orang tua itu adalah seorang pendeta (Protestan) sangat terasa adanya suatu kesenjangan antar generasi, atau generation-gap, yang tidak mudah untuk dijembatani. Sang ayah tidak merasa tidak bisa memahami apa yang sedang terjadi, yang sedang melanda generasi muda Amerika Serikat di akhir tahun 60an dan awal tahun 70an. Muncul generasi yang dikenal dengan sebutan Hippy (Hippies).
Tidak mudah memberi sebuah definisi terhadap kelompok ini. Tetapi saya mau mengatakannya demikian: mereka adalah kelompok anak muda yang melakukan protes terhadap pelbagai praktik hidup generasi tua, yaitu dari kalangan orang tua mereka. Ada semacam rasa muak terhadap apa yang diyakini oleh generasi tua. Ada protes terhadap perang Vietnam, bahkan ada protes terhadap agama yang mapan melembaga termasuk gambaran tentang Tuhan yang sepertinya sudah tidak lagi relevan dengan pengalaman hidup anak-anak muda itu. Mereka lalu mencoba "keluar" dari ruang yang mereka protes dengan cara membentuk kelompok baru. Itulah Hippy. Dan perlu juga disebutkan satu hal, yaitu orang-orang muda ini juga terseret di dalam pemakaian drugs, mungkin semacam upaya untuk memperoleh pengalaman ekstase, pengalaman yang melampaui diri mereka sendiri.
Ketika melihat dan merasakan fenomena kesenjangan generasi, generation-gap itu, yang menimbulkan salah paham dan bahkan konflik di dalam keluarga, antara orang tua dan anak, saya tiba-tiba teringat akan sebuah gejala alam. Dulu waktu kuliah di STF Driyarkara Jakarta, Prof.Christ Verhaak SJ, pernah bercerita kepada kami bahwa terkadang orang tua mengalami sebuah kebingungan ketika melihat dan mengalami dinamika perkembangan anak-anaknya. Hal itu mudah dipahami, karena memang mereka memasuki dunia yang berbeda, mengalami dinamika perkembangan yang lain.
Ilustrasi Induk Ayam Yang Bingung
Sebagai ilustrasi Prof.Verhaak bercerita tentang sebuah pengamatan atas induk ayam yang mengeram telurnya sendiri dan sekaligus telur-telur bebek. Karena bulunya pendek, memang bebek tidak bisa mengeram telurnya sendiri. Agar bisa menetas, maka telur-telur bebek itu harus dierami induk ayam yang bulunya lebih panjang dan lebih lebat dan karena itu bisa menghasilkan panas yang memadai untuk proses penghangatan yang sangat perlu untuk proses penetasan. Setelah telur-telur itu menetas, induk ayam tadi mengira bahwa semuanya adalah "anaknya". Ia perlakukan mereka secara sama. Sampai pada suatu saat ketika sang induk ayam dan anak-anaknya bermain di tepi kolam. Secara naluriah alami, anak-anak bebek tadi, begitu melihat air, langsung terjun ke dalamnya dan mulai berenang. Sementara itu, induk ayam di pinggir kolam, tampak sangat kebingungan melihat anak-anaknya sangat nekat. Ia mau menolong, tetapi sama sekali tidak berdaya. Dan lama kelamaan, ia membiarkan saja demikian adanya.
Kurang lebih begitulah kebingungan orang tua yang mengalami generation-gap tatkala melihat dinamika perkembangan prilaku anak-anaknya. Mereka sudah mempunyai dunia mereka sendiri yang tidak selalu mudah dipahami orang tua, dan tidak mudah juga untuk didatangi oleh kaum tua, karena memang berbeda masa, berbeda jaman. Kondisi psikologis seperti itulah yang dilukiskan dalam film Jesus Revolution. Generasi tua kebingungan menghadapi dan menyaksikan perilaku anak-anak muda yang sudah mereka pahami. Ada satu orang tua, pendeta Chuck, yang mencoba memahami kesenjangan itu. Dan ia berhasil, walaupun dengan risiko ia dijauhi oleh sesama generasi tuanya.
Jesus Christ Super Star
Sekarang saya mau menceritakan hal kedua yang teringat kembali dalam ingatan saya. Ketika melihat film ini tadi, dan ternyata tentang kaum Hippies Amerika Serikat, serta merta saya ingat akan sebuah film dari era tahun 70an, yang juga berkisah tentang kaum Hippies, pemikiran mereka, cita-cita mereka, ideologi yang mereka perjuangkan. Film itu berjudul Jesus Christ Superstar. Saya sudah nonton film ini beberapa kali. Salah satu momen saya menonton film ini yaitu pada tahun 1987, saya saya mengikuti kuliah Kristologi Kontekstual yang diajarkan atau lebih baik ditutori oleh Prof.Banawiratma (saat itu masih sebagai seorang imam Yesuit) yang mengajar di Seminari Tinggi Kentungan Yogyakarta.
Setelah menonton film itu, kami, para mahasiswa diminta untuk menulis refleksi personal terkait dengan hal apa saja yang menurut pengamatan dan pengalaman masing-masing terasa menarik dan penting. Kebetulan, saya sangat tertarik dengan theme-song film itu yang dinyanyikan oleh "Maria Magdalena:" I don't know how to love Him. Saya mengangkat beberapa baris dari lirik lagu itu untuk saya jadikan sebagai bahan refleksi saya.
Saya tidak ingat lagi semua detil refleksi saya. Tetapi yang masih saya ingat dengan sangat kuat ialah ketika dalam syair lagu itu, Maria Magdalena mengatakan bahwa "...He is just a man." Terdengar seperti "menghina" Yesus yang oleh umat Kristen dipercayai sebagai sungguh Allah dan sungguh Manusia, satu pribadi dua kodrat, sebagaimana yang sudah ditetapkan dalam dogma Kalcedon tahun 451 itu dulu. Namun saya tidak melihat dan menghayatinya dengan cara seperti itu.
Saya melihatnya demikian. Kelompok kaum hippy ini mencoba membawa Yesus ini semakin dekat di dalam ruang pengalaman hidup mereka. Untuk itu, mereka dengan berani menekankan sisi kemanusiaanNya, he just a man, dan pingin dicintai, karena ia sudah mencintai dengan cara yang sangat ajaib, yang tidak mudah dipahami dan dijelaskan. Mungkin karena ia adalah pancaran cinta kasih Allah yang adalah cinta, deus est caritas, kata Yohanes. Dan karena begitu besarnya kasih Allah itu kepada manusia, sehingga Ia rela mengutus anakNya untuk menjadi manusia dan menjadi tebusan bagi kita. Menurut saya, penekanan akan sifat misteri di dalam Kristologi itu adalah kesadaran para pembuat film tadi akan dimensi lain dari Yesus yang di satu sisi "...just a man..." tetapi sekaligus "beyond man."
Catatan Penutup
Film tadi, berbeda dengan film tahun 70an itu, tidak mengatakan suatu apapan terkait "...he is just a man," melainkan menekankan "...sisi beyond" itu tetapi juga sangat dekat dengan kita manusia, karena Ia adalah jalan, kebenaran, dan hidup. Ya Dia adalah jalan yang lurus.
Sekian dan terima kasih.
Komentar
Posting Komentar