MENAFSIRKAN DAN MEMAHAMI PREFASI TRANSFIGURASI


Sebuah Catatan Singkat Untuk Membantu Penghayatan dan Pendalaman Pribadi 

Oleh: Fransiskus Borgias



Catatan Pengantar Singkat
Hari ini, tanggal 6 Agustus 2023. Hari yang sangat istimewa di dalam lingkaran tahun liturgi gereja Katolik. Itu disebabkan karena pada hari ini gereja Katolik Universal mempunyai sebuah pesta, yaitu pesta Transfigurasi, pesta di mana gereja mengenang dan merayakan peristiwa penting dalam hidup Tuhan Yesus, yakni Tuhan Yesus berubah rupa di gunung Tabor di hadapan tiga orang murid-Nya (Petrus, Yohanes, dan Yakobus).
Pesta ini menjadi sangat penting dan menarik karena inilah salah satu pesta dalam lingkaran tahun liturgi gereja Katolik yang diangkat dari Kitab Suci. Artinya pesta itu, sama seperti Hari Raya Natal, Paskah, dan Pentakosta misalnya, dikisahkan di dalam Kitab Suci, dan bukan sekedar hasil dari penghayatan hidup iman umat beriman jauh di kemudian hari.
Menarik juga bahwa ketiga Injil Sinoptik sama-sama mempunyai kisah yang penting dan menarik tentang hal itu. Misalnya dalam Tahun A, biasanya kita memakai teks dari Injil Matius 17:1-9. Dalam tahun B, biasanya kita memakai teks dari Injil Markus 9:2-10. Sedangkan dalam tahun C, kita memakai teks yang diangkat dari injil Lukas 9:28-36. Bahkan pada hari minggu ini, kita bacakan sebuah kesaksian dari 2Petrus 1:16-19 yang juga menyinggung tentang peristiwa penting itu, dalam sebuah kilas balik si penulis surat itu dalam rangka sebuah apologia praksis iman.


Mendalami Prefasi Transfigurasi
Selanjutnya dalam tulisan ini saya tidak mengulas teks-teks injil itu. Melainkan saya mau mengulas sesuatu yang lain sama sekali, walaupun pasti ada kaitannya terutama di dalam bingkai perayaan liturgi gereja Katolik itu sendiri. Ya, saya mau mengulas tentang Prefasi Transfigurasi yang dipakai dalam perayaan ekaristi pada hari ini. Rupanya tradisi liturgi gereja Katolik menyediakan sebuah prefasi khusus untuk pesta transfigurasi ini.
Sebagai dasar untuk menulis komentar dan tafsir ini saya memakai terjemahan Prefasi yang ada dalam buku yang berjudul Lagu-lagu Prefasi, yang disusun oleh Pusat Musik Liturgi, dan dibuat sudah sesuai dengan teks Tata Perayaan Ekaristi yang baru. Teks itu diterbitkan oleh PML Yogyakarta, pada tahun 2009. Teks Prefasi Transfigurasi ini terdapat pada halaman 174.


Bagian Awal Prefasi
Sebagaimana kelazimannya untuk semua Prefasi, maka Prefasi yang ini pun dimulai dengan sebuah dialog pembuka. Lalu disusul dengan sebuah sapaan kepada Bapa, Allah yang mahakuasa dan kekal. Jelas itu adalah bagian utuh dari pengakuan iman eksistensial kita sebagai umat beriman. Lalu sesudah itu kita mengakukan satu kewajiban fundamental kita sebagai orang beriman itu sendiri. Yakni selalu memuji dan mengucapkan syukur kepada Allah Bapa tadi; dan untuk itu kita melambungkan semuanya itu (pujian) melalui Yesus Kristus Tuhan kita.
Penyebutan tentang Tuhan Yesus Kristus ini menjadi sebuah jembatan menuju ke bagian berikut dari Prefasi itu, di mana dikatakan bahwa Dia (Tuhan Yesus Kristus) menyatakan kemuliaan-Nya kepada para murid-Nya di atas puncak sebuah bukit (Tabor). Dan tujuan dari penyataan itu sangat unik, dan hal itu bagi saya merupakan bukti bahwa liturgi mempunyai otoritas tersendiri juga untuk menafsirkan Kitab Suci; jelas sekali di sini bahwa perayaan liturgi itu menyediakan dan menjadi bingkai tafsir dan pemahaman akan Kitab Suci itu sendiri.


Dua Tujuan Transfigurasi
Dikatakan di sana bahwa tujuan itu tidak lain adalah untuk memperkuat mereka (yaitu para murid tadi) untuk menghadapi skandal salib, scandalum crucis, yang teramat mengerikan itu. Jadi, menurut bingkai penafsiran yang disediakan oleh perayaan liturgi ini, pesta transfigurasi itu mengantisipasi cahaya kebangkitan. Dan dengan bekal visiun pengalaman kemuliaan itu, diharapkan bahwa drama tragis penderitaan dan salib lalu menjadi "relatif". Tetapi "relativitas" itu tentu bukan pada peristiwa objektif derita itu sendiri, melainkan di dalam tafsir dan penghayatannya. Derita salib yang secara objektif seharusnya bisa menjadi batu sandungan ngeri bagi iman, tetapi berkat visiun kemuliaan transfigurasi itu, wajah ngeri penderitaan salib, seperti dibuat "menjadi ringan." Itu yang pertama.
Yang kedua, ialah Tuhan mau memancarkan kemuliaan-Nya melalui tubuh-Nya yang serupa dengan tubuh kita. Jelas ini adalah sebuah teologi tentang tubuh, theology of the body yang membentangkan sebuah visi yang positif dan optimis tentang kebertubuhan dan kejasmanian itu sendiri. Berbeda dan bahkan bertentangan dengan visi manikeistis misalnya yang sangat dualistik dan menghinakan kebertubuhan manusia, visi Kristiani, karena berurat berakar dalam tradisi Yahudi, mempunyai visi yang sangat positif akan dimensi tubuh itu sendiri.
Visi positif dan identifikasi antara tubuh Tuhan dan tubuh kita tidak lain dimaksudkan agar Gereja, yang adalah tubuh (mistik) Kristus, pada suatu saat kelak juga akan mampu memancarkan dan mengambil bagian di dalam kemuliaan kebangkitanNya.


Memahami Upaya Kilas Balik 2Petrus
Mungkin dengan bekal kesadaran itulah, kita bisa memahami teks yang ada dalam 2Petrus 1:16-19 yang juga berkisah secara kilas-balik, peristiwa transfigurasi itu sendiri.
Di sini secara khusus saya mengutip ayat 19 yang kiranya relevan dengan konteks dan pemahaman saya sekarang ini. Teks itu berbunyi demikian: "Dengan demikian, kami makin diteguhkan oleh firman yang telah disampaikan oleh para nabi. Alangkah baiknya kalau kamu memperhatikannya sama seperti memperhatikan pelita yang bercahaya di tempat yang gelap sampai fajar menyingsing dan bintang timur terbit bersinar di dalam hatimu."
Saya tidak tahu persis apa yang dipikirkan si penulis surat ini tentang fajar menyingsing dan bintang timur itu. Tetapi dalam konteks ulasan tentang prefasi ini, saya memahaminya sebagai sebuah nubuat munculnya percik-percik cahaya iman di dalam hati kita, cahaya iman yang memungkinkan kita bisa memahami paradoks cinta, derita dan pengorbanan, dan penebusan dan penyelamatan, tema yang sangat penting dan mendasar di dalam penghayatan hidup iman orang Kristen.


Catatan Penutup Singkat
Dan dengan bekal kesadaran itu, di bumi ini kita menggemakan lagi dan terus menerus dalam sukacita yang tiada henti-hentinya, sebuah lagu pujian para malaekat di surga, yang dalam liturgi abadi di surga senantiasa memuji dan memuliakan kemuliaanNya.

Dan sekarang dan di sini kita pun berseru dan memekikkan tresagion yang amat terkenal itu: Kudus, kudus, kuduslah Tuhan, Allah segala kuasa, surga dan bumi penuh kemuliaanMu. Terpujilah Dia yang datang dalam nama Tuhan. Terpujilah Engkau di surga.


Taman Kopo Indah, 06 Agustus 2023.
Sebuah catatan lama yang dikembangkan lagi pada hari ini, setelah mengikuti perayaan ekaristi hari Minggu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RIP CHOAN-SENG SONG: PROPONENT OF "THIRD-EYE THEOLOGY"

FELIX WILFRED: MEMBANGUN TEOLOGI ASIA YANG KREATIF-KONSTRUKTIT

MENEROPONG PROSES BERPIKIR FILOSOFIS DI DALAM RUANG-RUANG IMAJINASI SOEKARNO