DI BAWAH NAUNGAN KUBAH INDAH KATEDRAL SAINT PATRICK NYC

Gambar: Hasil Google Search 


Catatan Kecil, Kesan Perjalanan tentang Daya Pesona Sebuah Katedral

Oleh: Fransiskus Borgias.

Catatan Pengantar Singkat

Di atas dan di bagian akhir tulisan ini saya mentautkan sebuah Foto Udara atau foto dari ketinggian (mungkin dari helikopter ataupun dari sebuah drone) atas sebuah objek yakni Katedral Saint Patrick yang terletak di New York City. Gedung Katedral itu merupakan salah satu icon pariwisata yang termasuk kategori Must-see di Kota New York. Jika kita search di google kita akan menemukan banyak gambar atau foto dari objek yang satu ini di New York City.
Tetapi pada hari ini, saya baru melihat gambar ini di laman Facebook saya. Sebuah hasil karya fotografi yang sangat indah, mengagumkan, dan juga sangat menarik perhatian saya. Oleh karena itu saya mengunduhnya, menyimpannya dan juga mensharingkannya kepada para saudara sekalian di sini. Bagi saya foto ini sangat indah dan unik dari segi sudut pandang pengambilan fotografinya. Jelas itu adalah hasil dari sebuah pengalaman yang cukup lama di bidang ini.
Ketika melihat foto ini beberapa hari yang lalu, saya teringat akan pengalaman saya mengunjungi Katedral Sint Patrick ini di New York pada akhir bulan November 2014. Pada waktu itu, saat saya sedang melewatkan waktu selama satu semester dengan kegiatan Sandwich programm di Georgetown University, sebuah universitas milik para romo Yesuit, universitas yang kenamaan yang terletak di pinggir Sungai Potomack (Potomack River) Washington.

Berangkat ke Kota New York

Pada akhir bulan November atau awal Desember, kurang lebih bertepatan dengan Perayaan Thanksgiving Day, induk semang saya di Geithersburg, Maryland, mengajak saya berdarmawisata ke New York City, bersama dengan keluarganya. Untuk tujuan itu kami menyewa sebuah mobil yang agak besar agar perjalanan terasa nyaman.
Bagi saya, tentu saja itu merupakan sebuah pengalaman yang sangat menarik dan indah. Pada saat itu saya bisa melakukan perjalanan ke daerah yang lebih utara lagi dari Washington dan karena itu juga pasti lebih dingin. Perjalanan itu juga indah karena kurang lebih sama dengan pengalaman mudik di Jawa sini, lalu lintas sangat padat, karena semua orang on the move untuk mudik ke kampung halaman masing-masing.
Ketika tiba di New York City, kami langsung pergi ke kawasan keramaian kota itu, seputaran Time Square dan beberapa jalan besar dan terkenal di sekitarnya. Di salah satu jalan besar kami sempat menonton sebuah pawai besar yang sangat ramai, pawai Thanksgiving Day. Benar-benar luar biasa ramai karena manusia, para pengunjung sangat banyak. Kami juga masih menyempatkan diri di sore hari itu untuk menikmati beberapa tempat di sekitaran tempat itu lalu setelah hari mulai gelap, kami mencari tempat untuk makan.

Setelah selesai makan malam kami kemudian pergi menuju Hotel. Ya malam itu kami menginap semalam di sebuah Hotel di sekitaran Time Square, New York yang terkenal itu. Kami menginap di Hotel J.W.Marriott. Keren sekali. Kami menginap di lantai yang sangat tinggi. Saya lupa lantai berapa. Tetapi sangat tinggi. Itulah malam pertama saya di kota New York. Sungguh mengagumkan dan menyenangkan.


Di bawah Kubah Katedral Indah

Dan keesokan harinya saya memisahkan diri dari keluarga induk semang saya dan mencoba melakukan perjalanan wisata sendiri menelusuri kota New York dengan memakai buku panduan wisata yang sangat lengkap. Ada banyak tempat dan gedung yang saya kunjungi pada hari itu. Tetapi salah satunya ialah gedung Katedral Saint Patrick ini. Katedral ini merupakan salah satu objek yang saya kunjungi di antara beberapa objek wisata yang tersedia di sana. Memang gedung gereja katedral ini sangat klasik dan terkenal.
Pagi hari itu, saya mendatanginya. Setelah tiba di sana saya masuk ke dalamnya, dan berdoa di dalamnya, karena ada banyak juga turis katolik yang datang melihat-lihat dan berdoa sejenak di beberapa kapel kecil-kecil yang ada di dalam Katedral itu. Secara spontan saya teringat akan Basilica Santa Maria di tengah Universitas Katolik Amerika di Washington yang sangat indah dan megah itu. Saya juga teringat akan beberapa katedral yang pernah saya kunjungi saat studi di negeri Belanda dan beberapa negara lainnya di sana.
Kembali lagi ke Katedral Sint Patrick New York ini. Tentu pada saat itu, saya mengagumi gedung Katedral itu dengan melihat ke atas, mendongak. Sebenarnya, secara objektif, gedung Katedral itu sendiri sudah sangat tinggi. Kiranya dulu Katedral itu adalah sebuah gedung pencakar langit New York yang tiada taranya. Tetapi sekarang, ia kalah tinggi dan kalah gagah perkasa jika dibandingkan dengan gedung-gedung pencakar langit yang lain yang ada di sekitarnya. Kontras sekali dalam bentuk dan ukuran fisik.

Kontras Arsitektural Yang Indah

Foto atau gambar di atas tadi, dengan sangat indah memperlihatkan kontras antara gedung katedral itu dan gedung-gedung lain di sekitarnya. Sebagai gambaran saja, pada tahun 2014, saya masuk dari pintu depan Katedral itu yang tampak sangat kecil di dalam gambar itu. Tetapi sesungguhnya pintu Katedral itu sangat besar dan sangat tinggi dan saya hanya berukuran kecil saja saat saya berdiri di bawahnya.
Setelah saya masuk ke dalamnya, saya merasa menjadi begitu kecil lagi karena merasa seakan-akan saya sedang berada di bawah sebuah kubah raksasa miniatur langit (angkasa biru), yaitu lapisan dalam dari atap katedral itu yang memang dihiasi seperti langit. Sangat luar biasa. Imajinasi sang seniman arsitektur yang sangat luar biasa.
Tetapi sekarang gedung katedral itu, yang dulunya seperti mau menohok langit dengan menara-menaranya yang tajam mengerucut menohok langit, kira-kira seperti ungkapan sepotong lagu rock: Knock, knock, knocking on heaven's door.... sekarang menjadi sangat kecil jika dibandingkan dengan ukuran dari gedung-gedung lain di sekitarnya. Saya membayangkan menara kerucut katedral itu dibayangkan sebagai sedang menohok menggedor pintu surga, pintu langit, tahta kediaman sang Illahi.

Relativasi Simbolisme Sakral

Tetapi kemudian simbolisme sakral yang diusung gedung fisikal katedral itu menjadi relatif karena kehadiran dari gedung-gedung pencakar langit yang lain di sampingnya, yang arsitekturnya seperti kotak korek api, sesungguhnya kalah jauh dari segi keindahan arsitektural gedung katedral itu. Namun demikian, Katedral Sint Patrick ini tetap menyimpan sebuah keindahan dan kenangan misteri, yang tiada tergusur atau tergantikan oleh gedung-gedung pencakar langit yang terasa profan. Simensi Religiositas gedung Katedral itu sangat kontras dengan bentuk kotak-kotak korek api raksasa dari skyscrapers New York yang gagah perkasa itu. Saya mengatakan dengan jujur bahwa rasa kekaguman saya akan gedung-gedung itu bukan terutama pada keindahannya, melainkan hanya sekadar pada ukurannya saja.
Hal itu sangat berbeda dengan kekaguman yang saya rasakan dan alami menjelang masuk ke dalam dan saat berada di dalam rahim katedral itu. Seperti ada sesuatu yang suci yang melingkupi saya, yang menyergap saya dari sebuah arah yang tiada ternyana-nyana. Sungguh terasa sangat ajaib. Mungkin karena seluruh lengkung atap interior Katedral itu adalah bagaikan, meminjam istilah Peter L. Berger, the sacred canopy, pergola yang suci, yang memberi naungan bagi manusia yang berada di bawahnya. Itu adalah sebuah perasaan yang tidak muncul saat saya berada tepat di bawah gedung-gedung itu.
Oleh karena itu, walaupun keberadaan katedral Sint Patrick itu seperti "serba terjepit" dan terhimpit di antara gedung-gedung pencakar langit itu, namun tetap saja aura-nya sama sekali tidak terkalahkan oleh mereka. Mungkin karena ada juga faktor sejarah yang panjang di dalamnya. Faktor sejarah itu yang tidak dimiliki oleh gedung-gedung pencakar langit itu, karena sekadar merupakan sebuah kecenderungan masa kini yang belum terlalu lama usianya di dalam sejarah peradaban manusia.
Ah entahlah. Ini pun hanya sekadar sebuah endapan pengalaman dan perasaan pribadi saya saja. Mungkin pengelana yang lain akan melihat dan merasakan hal yang lain. Semuanya toh tetap berharga. Yaitu memberi makna kepada hidup dan ziarah dan kembara kita yang sejenak ini di dalam dunia yang fana ini.

Tabik seribu.
GIE EFBE

Gambar: Hasil Google Search. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

RIP CHOAN-SENG SONG: PROPONENT OF "THIRD-EYE THEOLOGY"

FELIX WILFRED: MEMBANGUN TEOLOGI ASIA YANG KREATIF-KONSTRUKTIT

MENEROPONG PROSES BERPIKIR FILOSOFIS DI DALAM RUANG-RUANG IMAJINASI SOEKARNO