HARI BUKU ANAK2 INTERNASIONAL

Foto: koleksi pribadi 

Sebuah Catatan Kecil. 

Oleh: Fransiskus Borgias. 


NB: Tulisan ini sdh tayang di FB ku sebulan lalu dlm rangka HARI BUKU ANAK2 INTERNASIONAL. Hari ini, 2 Mei, Harpenas, sy muat lgi dlm blog sy. Sebab buku erat terkait dg  dunia pendidikan. 


Pengantar Singkat 

Tadi pagi, dalam perjalanan ke Kantorku, saya mendengar radio OZ Bandung. Si penyiar, seorang perempuan, mengingatkan saya bahwa hari ini adalah hari buku anak-anak internasional. Untuk merayakannya, ia mengajak para pendengarnya untuk mencoba ingat-ingat lagi akan buku-buku favorit mereka masing-masing dulu di masa Kecil. 


Untuk tujuan itulah saya mau menulis catatan kecil ini di sini. Tiba-tiba saya teringat akan masa kecil saya di SDK Lamba-Ketang yang menjadi pusat Paroki Rejeng-Ketang, sehingga kami, khususnya yang tinggal di Ketang, lebih suka menyebutnya Paroki Ketang saja, sebab memang nyatanya Gereja Paroki dan Pastoran (Pastori) ada di Ketang. Memang dulu ada di Rejeng semuanya, tetapi sudah sejak lama dipindahkan ke Ketang. 


Teringat Akan Kelangkaan Buku Masa Itu 

Tatkala disuruh untuk ingat-ingat lagi akan bacaan di masa kecil, maka muncul beberapa ingatan dalam benak saya. Harus saya akui dengan jujur bahwa pada masa itu, buku adalah sesuatu yang sangat langka, karena buku memang adalah barang mewah yang tidak mudah didapatkan. 


Namun demikian, di tengah keterbatasan itu, saya masih bisa membaca beberapa buku yang ada. Apa atau saja buku-buku itu? 


Hikayat Kudus 

Pertama sekali, saya menyebutkan buku Alkitab Perjanjian Baru. Saya masih ingat itu adalah buku Kitab Suci Perjanjian Baru, terbitan Nusa Indah Ende, dan hasil karya dari Pater Bouma SVD. Saya sangat sering membaca buku kitab suci itu. Jauh di kemudian hari saya tahu bahwa terjemahan itu menjadi sebuah teks yang langka, dan berfungsi sebagai pembanding di dalam karya-karya terjemahan pada masa kini. 


Kedua, masih terkait dengan Kitab Suci, yaitu buku yang berjudul Hikayat Suci. Buku ini sebenarnya adalah buku bacaan yang disediakan di sekolah tetapi tidak awet (bertahan lama) karena terlalu banyak tangan yang membaca dan merebutnya. Sebenarnya buku ini adalah buku Cerita Kitab Suci dengan ilustrasi gambar-gambar yang sangat indah dan berwarna pula. 


Ada beberapa gambar dari Perjanjian Lama yang masih saya ingat dengan sangat jelas. Misalnya, gambar Musa membentangkan tongkatnya untuk menyatukan lagi Laut Merah. Lalu orang-orang Israel yang selamat memandang dengan kagum campur takut pemandangan yang ada di depan mata mereka, yaitu tentara-tentara Mesir dengan persenjataan modern mereka masa itu, hanyut ditenggelamkan air laut dan rusak semuanya. Tangan Kanan Tuhan telah memperlihatkan kekuatan. 


Sedangkan dari Perjanjian Baru, saya sangat terkesan dengan mukjizat Yesus membangkitkan anak seorang janda. Juga mukjizat pemberian makan kepada limaribu orang. Juga mukjizat agung yaitu kisah pembangkitan Lazarus, pengubahan air menjadi anggur di Kana, peristiwa transfigurasi yang amat terkenal itu, dan tentu saja mukjizat teragung peristiwa kebangkitan Tuhan Yesus sendiri. Sekali lagi, semuanya berwarna. Saya kira cukup sampai di situ saja. 


Saya mau tambah sedikit lagi keterangan tentang apa yang terjadi dengan gambar-gambar itu. Saya juga masih ingat bahwa ketika saat kelas 1 SD kebanyakan teman-temanku belum bisa baca dengan baik dan lancar, tetapi hal itu tidak menghalangi kami "membaca" buku itu. Yaitu, kami "membaca" gambar-gambarnya. Bahkan kami membahas dan mendiskusikannya. Yang paling seru dalam ingatan saya dulu ialah diskusi tentang perjalanan Abraham ke gunung Moria untuk mempersembahkan Isaak putera tunggalnya yang terkasih. 


Biblia Pueriorum 

Macam-macam pandangan dan pendapat yang terlontar dari mulut kami saat "membaca" gambar itu. Ada yang mengatakan, kalau Isaak itu saya, maka saya pasti akan lari, atau tidak mau pergi mengikuti ayah itu. Tetapi ada juga yang mendukung sikap Isaak yang polos, inosent, penuh ketaatan suci dan saleh itu. Pokoknya seru sekali. Bahkan ada juga yang berkata, ah mana mungkin Bunda Sarah tidak mencegah rencana perwujudan kekejaman dan kekejian itu? 


Ketika sudah dewasa, dan sudah belajar teologi, akhirnya saya tahu bahwa memang gambar, lukisan itu disebut Biblia Pauperum, Kitab Suci bagi orang Miskin, dibaca, orang yang tidak bisa baca, dan tidak bisa memiliki buku (yang adalah barang super mewah). Mereka memang tidak bisa baca huruf-huruf, tetapi sangat fasih membaca gambar-gambar. Maka di sini saya ciptakan istilah lain sebagai padanan dari Biblia Pauperum itu, yakni Biblia Pueriorum, Kitab Suci yang sangat connect dengan anak-anak karena memakai bahasa universal, bahasa gambar. Di hadapan gambar semua orang menjadi orang pandai, orang kreatif, juga anak-anak, atau mungkin, apalagi anak-anak. 


Tentang Watu Neso 

Saya teruskan daftar ingatan saya. Saya juga masih ingat, bahwa sebelum muncul buku-buku bacaan sekolah dasar yang diproduksi secara nasional dari Jakarta, saya ingat ada buku, tetapi sayang saya lupa judulnya, yang diterbitkan di Ende. Yang saya ingat dengan buku itu ialah bahwa cerita-cerita dalam buku itu dihubungkan dengan masa liturgis gereja. 


Misalnya ada cerita tentang kegiatan sebuah keluarga, di Watu Neso, oh ya nanti saya tambahkan catatan lebih lagi tentang nama itu, yang sibuk menyiapkan diri dan keluarga menyongsong atau memasuki Pekan Suci. Mereka menyapu rumah dan halaman rumah agar semuanya tampak bersih dan rapih. Hanya sayang saya lupa nama para tokoh di dalamnya. 


Watu Neso lagi. Waktu kecil saya tidak tahu di manakah tempat itu berada. Saya hanya membayangkan dalam imajinasi masa kanak-kanak saya, bahwa itu adalah sebuah tempat yang sangat indah, yang umat katoliknya patut menjadi teladan dalam banyak hal. Entahlah dalam realitasnya. Ketika di Seminari Kecil dan Menengah, saya baru tahu bahwa Watu Neso itu ada di Ende. Hehehe... 


Buku-buku Dari Jawa (Jakarta) 

Tidak lama, sesudah itu buku bacaan bahasa Indonesia SD kami diganti dengan buku-buku yang diproduksi massal nasional, keluaran Jakarta. Semacam monopoli dagang sih rasanya. Pokoknya buku itu bagi saya sangat asing. Pertama, asing dengan nama para tokohnya yaitu si Tuti dan Amir. Kedua, asing dengan nama tempatnya, Sekolah SD di Menteng, dan lawan mainnya SD Jatinegara. Mainnya lagi, bersepeda. 


Sangat jauh dari keseharian saya yang mainnya perosotan di lereng berumputan dengan memakai pelepah buah atau daun pinang ataupun daun kelapa. Seperti main Ski gitu tetapi di atas rerumputan. Kami  bukan main sepeda, tetapi main mobil-mobilan dari kayu bikinan sendiri. Atau main ke kali untuk mandi ataupun mencari katak dan udang. 


Budak Yang Kuat? 

Ada satu lagi buku bacaan sekolah dasar kelas satu yang saya rasa paling aneh dulu waktu kecil. Saya lupa apa judulnya. Tetapi karena ditulis untuk kelas 1 yang baru mulai belajar membaca, maka hurufnya besar-besar. Saya juga tidak ingat nama penerbit buku itu. Tetapi ada satu hal yang tidak bisa saya lupakan sampai sekarang ini. 


Dalam salah satu halamannya, ada gambar dua anak kecil dan selembar karung yang terisi penuh, entah apa isinya. Tetapi penuh, bulat, dan pasti berat. Nah, salah seorang dari kedua anak itu ternyata bisa mengangkat ke atas pundaknya karung yang penuh dan berat itu. Sampai di situ tidak ada masalah apa-apa. Masalahnya ialah keterangan yang ada di bawah gambar di halaman itu. Keterangannya: BUDAK YANG KUAT. 


Saya sama sekali tidak bisa mengerti keterangan itu. Karena dalam pikiran saya, memang BUDAK ya harus kuat. BUDAK dalam pemikiran saya ialah HAMBA atau SLAVE dalam bahasa Inggris. Karena SLAVE, maka ia harus kuat bekerja, termasuk memikul beban berat sekalipun. Saya sama sekali tidak mengerti mengapa gambar anak-anak yang memikul karung itu diberi keterangan seperti itu: BUDAK YANG KUAT. 


Karena tidak mengerti, saya tanya ibu guru saya. Ibu guru juga tidak bisa menjawabnya. Saya juga tanya mama saya, karena mama lah yang pertama kali mengajar saya membaca, walaupun dia bukan guru, tetapi pandai mengajar saya membaca dan menyanyi. Ibu saya juga tidak bisa menjawab pertanyaan saya tentang keterangan yang aneh itu. Bapa saya sendiri, yang adalah seorang guru SDK juga tidak bisa menjelaskan hal itu. Karena itu saya simpan saja ketidak mengertian saya itu. 


Saya baru memahaminya jauh di kemudian hari, yaitu pada tahun 1993, saat saya mulai mengajar di Bandung dan juga akhirnya tinggal di Bandung. Ternyata di dalam bahasa Sunda, Budak atau Barudak (bentuk jamaknya), artinya anak-anak, atau anak kecil. Di situlah saya baru mendapat pencerahan bahwa keterangan BUDAK YANG KUAT itu artinya, ANAK KECIL YANG KUAT. Mungkin kalau saya tidak pernah tinggal di Bandung, maka hal itu masih tetap menjadi misteri bagi saya. 


Menjadi sangat jelas bagi saya bahwa pasti buku itu ditulis oleh orang yang bahasa Indonesianya dipengaruhi oleh latar belakang bahasa Sunda. Oleh karena itu, maka saya tidak bisa memahaminya, yang memiliki latar belakang kosa kata yang lain sama sekali. Lain bangsa, lain bahasa. hehehehe.... 


Catatan Penutup 

Ah, sebenarnya masih ada banyak lagi percikan ingatan saya akan buku-buku dari masa kecil saya, tetapi saya cukupkan sampai di sini saja dulu. Ya cukup untuk menyingkapkan barang sedikit tentang relasi dan pergaulan saya dengan dunia perbukuan di masa silam, di masa kecil saya. 


Selamat merayakan hari buku anak-anak Internasional. Semoga dengan perayaan ini, kita semakin menanamkan rasa cinta akan buku kepada anak-anak kita. Sebuah upaya yang tidak mudah pada masa sekarang ini, karena tantangan gadget masa kini yang sudah sangat luar biasa. Tetapi hal itu bukannya tidak mungkin. Mari kita terus memupuknya. 


Dr. Fransiskus Borgias, M.A. 

Dosen Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan, Bandung. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

RIP CHOAN-SENG SONG: PROPONENT OF "THIRD-EYE THEOLOGY"

FELIX WILFRED: MEMBANGUN TEOLOGI ASIA YANG KREATIF-KONSTRUKTIT

MENEROPONG PROSES BERPIKIR FILOSOFIS DI DALAM RUANG-RUANG IMAJINASI SOEKARNO