DAYA KEKUATAN "FAMILY"

Gambar: dari Google Search. 


Sebuah Catatan Singkat

Oleh: Fransiskus Borgias (Fakultas Filsafat, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung).

 

Pengantar Singkat

Tanggal 21 Agustus 2024 yang silam, saya memposting sebuah video singkat di laman facebook pribadi saya. Video itu saya dapatkan dari sebuah WAG yang saya ikuti dan menjadi anggota di dalamnya. Saya sudah lupa siapa nama pengirim video itu. Hal itu tidak lagi penting. Yang terpenting sekarang ini ialah isi video itu sendiri. Dalam video singkat itu si pemilik Video menampilkan sebuah narasi yang indah dan menarik. Di layar monitor hp kita tertulis empat kata yang kiranya akrab dengan keseharian hidup kita. Keempat kata itu ialah Friend, Boyfriend, Girlfriend, dan Family. Masing-masing kata itu berarti Sahabat, Pacar Laki-laki, Pacar Perempuan, Keluarga. 

Oh ya, dengan sengaja saya tidak mau memakai versi terjemahan dari keempat kata ini karena saya mau memakainya dalam versi Bahasa Inggrisnya. Sebab jika diterjemahkan, maka pesan (message) yang mau disampaikan tidak bisa disampaikan karena perubahan dan perbedaan kata itu. Oleh karena itu, saya tetap memakai kata-kata itu dalam Bahasa Inggris. Bukan karena mau sok-sokan nggelish seperti orang-orang, melainkan karena saya membutuhkan bentuk dasar itu dalam Bahasa Inggris. Pasti nanti pembaca akan segera sadar tentang hal ini dalam uraian saya selanjutnya. 

Memang keempat kata itu erat terkait dengan hidup kita apapun cara hidup yang kita tempuh. Keempat kata itu ada sangkut-pautnya dengan mengenai relasi persahabatan, cinta, kekerabatan, komunitas, dan keluarga. Keempat kata itu menyangkut relasi, tepatnya interrelasi antar manusia, intersubjektivitas.

 

Drama Tragis END

Memang idealnya, semua relasi itu harus abadi, harus langgeng. Dan kita pun yang terlibat di dalam dinamika relasi itu, harus merasa memiliki kesadaran akan kewajiban dan tanggung-jawab etis untuk mengupayakan kelanggengan dinamika relasi tersebut. Tetapi faktanya, tidak semua relasi itu bisa berlangsung selamanya. Terkadang terjadi bahwa relasi itu putus, atau retak dan sangat sulit untuk dibangun Kembali. Ada macam-macam alasan untuk terjadinya drama tragis terhentinya dinamika relasi itu. Bisa karena salah paham yang berujung pada konflik, bahkan konflik fisik. Memang salah paham bisa bermuara pada the conflict of interpretation (Filsuf Prancis, Paul Ricoeur), yang pada gilirannya juga bisa bermuara pada physical conflict dan confrontation

Lalu kata si empunya video itu, ya mungkin hal itu erat terkait dengan fakta bahwa dalam Bahasa Inggris tiga dari empat kata itu, diakhiri dengan tiga huruf yaitu END. Friend, betapapun luhur dan indah cita-cita persahabatan itu (seperti persahabatan antara Jonathan dan Daud atau persahabatan antara Winnetou dan Old Shatterhand, dan pelbagai macam kisah persahabatan lainnya), toh diakhiri dengan END. Boyfriend, betapapun mungkin sosoknya sangat menyenangkan dan membahagiakan, dan Perempuan bangga karena memiliki seorang Boyfriend, tetapi toh diakhiri dengan END juga.

Demikian juga kata Girlfriend. Betapapun gadis itu amat menyenangkan hati dan perasaan, dan lelaki sangat berbangga karena memiliki seorang Girlfriend, tetapi kata itu sendiri juga diakhiri dengan END. Maka tidak heran jika ketiganya ada batas akhirnya. Ya itu tadi, karena END. Jadi bersiaplah untuk menerima kenyataan itu. Jangan sampai anda jatuh dan terhempas oleh realitas kodrati yang memang ditandai dengan END itu. Jangan sampai anda mengharapkan suatu yang Lestari dari fakta bahwa hal itu memang ada batas akhirnya.

 

Daya Kekuatan ILY

Tetapi berbeda dengan ketiga kata itu, masih ada satu kata lagi, yaitu Family. Berbeda dengan ketiga kata di atas tadi yang diakhiri dengan END, maka Family diakhiri dengan tiga huruf yang sangat Istimewa, yaitu ILY. Dan bagi si empunya video pendek tadi, ILY itu tidak lain adalah inisial unik dan Istimewa dari I Love You. Jadi kata Family itu (dalam Bahasa Inggris) diakhiri dengan ucapan personal yang mengalir dan terpancar keluar dari hati sanubari terdalam, I Love You. Tentu saja masing-masing pribadi yang terlibat di dalam Family itu, harus mengucapkannya secara jelas dan eksplisit, sehingga cinta itu lalu menjadi timbal balik walaupun kewajiban cinta itu tidak harus timbal balik (nanti saya masih uraikan hal ini lebih lanjut). Ya, Family itu dibentuk dan dibangun oleh konstruksi wacana cinta yang diucapkan dan terpancar dari seluruh cara hidup masing-masing pribadi yang terlibat di dalamnya.

Oleh karena itu, Family harus dibangun dengan kesetiaan dan komitmen. Mungkin hal itu tidak selalu mudah. Pasti ada tantangan. Pasti ada godaan. Pasti ada ujian. Tetapi semuanya harus bisa dilalui dan diatasi. Oleh karena itu cinta juga mengandaikan pengorbanan, self-sacrifice. Tanpa adanya kemampuan dan kerela-sediaan untuk berkurban seperti itu, maka cinta juga sulit untuk dibangun, sulit untuk dirawat, sulit untuk dijaga, dan dilestarikan. Mungkin kita berpikir bahwa kurban itu adalah ide yang buruk, karena tidak sesuai dengan tendensi dasar sifat egoistik manusia. Untuk mengatasi hal ini ada baiknya kita memikirkan baik-baik arti kata kurban itu dalam bahasa Inggris (yang lebih jauh berasal dari bahasa Latin). Maaf, saya tidak begitu tahu etimologi kata kurban dalam bahasa Arab).

 

Daya Sacrum Facere

Karena itu, saya mau menulis tentang etimologi kata kurban itu dalam bahasa Inggris (Latin). Di sana kata itu berarti Sacrifice (atau Sacrificium dalam bahasa Latin). Nah kata Sacrifice (Sacrificium) itu berasal dari akar kata Sacrum + Facere, yang arti dasarnya ialah membuat (facere) suci (sacrum). Jadi, sacrifice itu, mempunyai nilai dan makna yang luhur yaitu, saat kita melakukannya, apalagi dengan rela hati dan sukacita, maka perbuatan itu akan membawa serta sebuah mutu baru bagi seluruh hidup dan eksistensi si subjek pelaku. Mutu baru itu ialah ia menjadi lebih suci. Itu tadi, sacrum-facere. Membuat suci, dibuat menjadi suci. Dan itu adalah peningkatan mutu kehidupan.

Jika dibaca dengan cara seperti itu, mudah-mudahan kita tidak lagi memiliki pandangan negatif akan korban itu, seakan-akan korban itu adalah sebentuk kekalahan subjektifitas dan ego kita. Tidak. Justru yang terjadi sebaliknya. Mutu kedirian kita menjadi lebih baik, lebih agung, lebih mulia, lebih suci, lebih kudus, justru karena perbuatan korban itu sendiri. Oleh karena itu, cinta di dalam keluarga, pasti harus ada unsur setia, komitmen. Dan itu menuntut pengorbanan. Dan pengorbanan itu bukan sesuatu yang negatif, melainkan sesuatu yang positif, sesuatu yang bersifat membangun (konstruktif dan bukan daya destruktif).

Hidup cinta di dalam lingkup keluarga memang membutuhkan pengurbanan, butuhkan sacrificium. Tanpa adanya sacrificium itu, maka landasan keluarga itu goyah, dan bisa dengan mudah menjadi retak. Mungkin ada pembaca yang bertanya bagaimana tindakan kurban (berkurban) itu bisa mendatangkan kekudusan, kesucian hidup? Atau bagaimana Sacrificium itu bisa mendatangkan efek sacrum-facere? Tidak mudah menjawab pertanyaan ini dan menjelaskannya.

Mungkin paling mudah dengan memakai contoh. Kurban seorang ibu atau ayah dalam keluarga dilakukan demi kebaikan dan kebahagiaan anak-anaknya. Setiap kali mereka melakukan kurban, aksi berkurban itu, maka mutu hidup dan kepribadian mereka menjadi lain dan menjadi semakin lebih matang dan mendalam di dalam cinta. Hal itu dapat dirasakan oleh anak-anak mereka. Tidak dapat disembunyikan. Tidak bisa dibuat-buat juga. Ia tampak begitu saja. Kedalaman cinta mereka sebagai suami dan isteri semakin kokoh justru di dalam aksi bersama untuk berkurban demi masa depan anak-anak mereka. Ada banyak jalan kurban yang dilakukan kedua orang tua, yang tidak perlu diketahui anak-anak mereka. Tetapi yang jelas, anak-anak bisa merasakan bahwa ada sebuah mutu hidup yang berubah menjadi lebih dalam dan lebih matang.

 

Catatan Penutup

Tanggal 1 Januari di dalam penanggalan liturgi gereja Katolik universal adalah Hari Raya Santa Perawan Maria Bunda Allah. Tanggal 29 Desember 2024 kemarin, adalah hari Pesta Keluarga Kudus Nazarat, Sacra Familia, Yesus Maria Yosef (YMY). Maria di dalam YMY itu (bukan Maria yang lain, apalagi Maria dalam kitab agama lain, karena memang tidak sama) adalah Maria yang sama yang kita rayakan pada tanggal 1 Januari ini. Maria YMY itu adalah contoh paling jelas dari aksi kurban, aksi sacrificium, aksi sacrum-facere bagi kita. Semua sikap yang ditunjukkan Maria dalam dan selama hidupnya, memperlihatkan aksi sacrum-facere itu.

Tentu kita tidak bisa mengabaikan kedua pihak lain dalam lingkaran cinta YMY itu. Kedua Y itu juga memperlihatkan mutu sacrum-facere yang unik dan luar biasa, dan yang dengan caranya masing-masing ikut serta membangun keluarga itu, dengan cinta. Membangun FAMILY itu dengan ILY, I Love You. Ya, FAMILY itu hanya bisa dibangun dengan CINTA, dengan LOVE dan LOVE itu perlu dan harus dinyatakan dengan kata-kata, tetapi terutama dengan perbuatan dan aksi cinta yang nyata.

Karena tanpa perbuatan, bukan hanya iman tidak berguna karena bisa mati sia-sia, bahkan cinta juga pun bisa menjadi hampa, tidak bermakna. Oleh karena itu, cinta harus tampak di dalam perbuatan. Cinta harus tampak dalam kurban. Cinta harus tampak dalam sacrificium, agar bisa menjadi daya yang mendatangkan efek sacrum-facere terus menerus dan bersifat tetap, dari mana FAMILY itu menimba daya kekuatannya. 

Saya pernah ingat sebuah cerita, kalau tidak salah, pernah saya baca dalam salah satu buku dari teolog Swiss, Hans Urs von Balthasar. Manusia bertanya kepada Tuhan, seberapa besar cintaMu akan manusia? Tuhan pun menjawab, sebesar ini, sambil membuka dan membentangkan tangan-Nya, dan Ia pun mati di salib dengan tangan terentang. Ya, sebesar itulah cinta Tuhan akan manusia. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

RIP CHOAN-SENG SONG: PROPONENT OF "THIRD-EYE THEOLOGY"

FELIX WILFRED: MEMBANGUN TEOLOGI ASIA YANG KREATIF-KONSTRUKTIT

MENEROPONG PROSES BERPIKIR FILOSOFIS DI DALAM RUANG-RUANG IMAJINASI SOEKARNO